Judul: Buku Latihan Tidur
Penulis: Joko Pinurbo
Penerbit: Gramedia
Terbit: 2017
Tebal: 68 halaman
Penulis: Joko Pinurbo
Penerbit: Gramedia
Terbit: 2017
Tebal: 68 halaman
Bahasa Indonesiaku yang gundah membawaku ke sebuah paragraf yang menguarkan bau tubuhmu. Malam merangkai kita menjadi kalimat majemuk bertingkat yang hangat di mana kau induk kalimat dan aku anak kalimat. Ketika induk kalimat bilang pulang, anak kalimat paham bahwa pulang adalah masuk ke dalam palung. Ruang penuh raung. Segala kenang tertidur di dalam kening. Ketika akhirnya matamu mati, kita sudah menjadi kalimat tunggal yang ingin tetap tinggal dan berharap tak ada yang bakal tanggal.
***
Buku kumpulan puisi Jokpin yang pertama kali saya baca. Tertarik membaca semula karena buku ini bertengger di halaman buku-buku nominator dan peraih penghargaan sastra, promo bulan bahasa gramedia bulan lalu. Hampir memasukkan dalam keranjang, batal berhubung salah seorang teman sudah punya. Haha.
Buku yang terbilang tipis ini berisi humor dan satire, disisipi sedikit ilustrasi. Permainan kata-kata dalam bahasa Indonesia yang sederhana. Kadang tidak baku, kadang terselip bahasa Jawa yang tidak berhasil dicari dalam kamus.
"bahwa orang lebih takut kepada hantu, ketimbang kepada tuhan
bahwa lidah memang pandai berdalih
bahwa amin yang terbuat dari iman, menjadikan kau merasa aman" - hlm. 3
Kadang hanya butuh sekejap menuntaskan satu sajak, kadang butuh jeda lebih. Kadang membuat terpingkal, sajak "Langkah-langkah Menulis Puisi" misalnya. Kadang membuat terenyak dan meninggalkan aftertaste.
"Pesan Ibu: Yang kauperlukan hanya tidur yang cukup, pikiran yang jernih, dan hati yang pasrah." - hlm. 7
"Pada suatu pulang ada hati ibu yang tak pernah pergi." - hlm. 9
Kadang begitu relatable, seperti sajak "Kemacetan Tercinta" dan "Punggungmu". Analogi ibu kota Jakarta adalah punggung yang sabar menanggung beban kerjamu, bangun pagimu, pulang malammu, perjalanan macetmu. Duh.
"Kemacetan ini terbentang antara hati yang kusut dan pikiran yang ruwet. Kamu dan negara sama-sama mumet." - hlm. 25
Kadang begitu frontal menyindir, tengoklah "Sajak Balsem untuk Gus Mus". Kadang menggelitik sejuk seperti sajak "Pemeluk Agama". Membaca kumpulan puisi ini membuat kaya akan rasa bagi yang cukup peka. Silakan dipertimbangkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar