Judul: Strawberry Generation
Penulis: Rhenald Kasali
Penerbit: Mizan
Terbit: Juni 2017
Tebal: 280 halaman
Dari bentuk dan warnanya, strawberry itu menawan. Namun, di balik keindahannya, ia ternyata begitu rapuh. Itu adalah ilustrasi dari strawberry generation. Sebuah bagian dari suatu generasi yang rapuh meski terlihat indah.
Dalam buku ini Rhenald Kasali berbicara mengenai perubahan, baik yang tak terhindarkan maupun yang harus diusahakan. Salah satunya, ia mengingatkan anak muda agar tidak menjadi bagian dari strawberry generation. Generasi yang penuh dengan gagasan kreatif tetapi mudah menyerah dan gampang sakit hati.
Padahal, menurut Rhenald, kesuksesan tidak bisa diraih melalui jalan pintas. Maka, mentalitas rapuh itu harus diubah. "Passenger" harus menjadi "driver". Fixed mindset digantikan growth mindset.
Inilah buku yang penting dibaca oleh mereka yang ingin menjadi manusia tangguh. Yaitu, manusia yang berkarakter kuat, berjiwa terbuka, dan pandai mengungkapkan isi pikirannya.
***
Akhirnya setelah sekian bulan pandemi, berhasil menamatkan sebuah buku dari penulis yang tidak asing. Penulis merupakan pendiri Rumah Perubahan. Artikel beliau yang pertama kali pernah saya baca dan begitu menggugah, berjudul Pasport. Pernah mendaftar salah satu kursus online beliau di IndonesiaX, sayangnya terlewatkan, maybe I will catch up later.
Buku ini berisi kumpulan artikel, seputar dunia pendidikan dan parenting. Topik bahasan dibagi menjadi lima bagian besar, yaitu Pada Mulanya adalah Mindset, Hi-Tech and Hi-Touch Parenting, Memetik Moral dari yang Viral, Bianglala Entrepreneurship dan Mencegah Rajawali jadi Merpati. Banyak hal menarik yang diungkapkan dan membuat mengangguk sepanjang membaca, membenarkan hal yang disampaikan.
"Albert Einstein pernah mengatakan bahwa semua orang yang dilahirkan di muka bumi ini pada dasarnya genius. Masalahnya, mereka selalu diukur kecerdasannya berdasarkan hal-hal yang tidak mereka miliki, bukan atas apa yang mereka miliki." - hlm. 37
Sepakat pentingnya growth mindset dalam pendidikan. Agar berani mengambil tantangan hidup yang lebih besar dan mencoba hal-hal baru, sehingga terlatih melihat peluang untuk berkembang. Selain itu, penting memiliki skill memadai dalam mengambil keputusan dan menentukan skala prioritas. Belajar bukan hanya menghapal, tetapi berpikir kritis.
Namun, bagi Agustinus dari Hippo, "Those who do not travel read only one chapter." - hlm. 44
Pergi ke luar negeri tanpa ditemani satu orang pun supaya berani menghadapi kesulitan, kesasar, ketinggalan pesawat atau kehabisan uang. Agar mendapatkan life skills, di antaranya kemampuan mengelola rasa frustasi, cognitive flexibility, focus dan self-control, kemampuan mengambil keputusan dengan jernih, menimbang resiko, berpikir logis, kritis, dan kreatif, berkomunikasi artikulatif, berempati pada kesulitan orang lain, serta kemampuan melihat dari perspektif yang berbeda, menurut Carol Dweck disebut sebagai growth mindset.
Agar tidak terjebak sistem pendidikan negeri ini, sebaiknya orang tua perlu membuat kurikulum pendidikan sendiri untuk anaknya, tentu menjadi tantangan mendidik generasi Z atau alpha ke depannya. Zaman sudah berubah dan problematika semakin kompleks sehingga mungkin tidak bisa lagi di-handle dengan cara-cara lama. Jadilah driver yang menentukan arah, membawa penumpang-penumpangnya ke tempat tujuan dan mengambil resiko.
"Kalau kita mau hidup enak, ya kita harus belajar terus, tidak boleh ada tamatnya meski tidak ada ijazahnya." - hlm. 187
"Learning itu gabungan dari relearn dan unlearn." - hlm. 191
"Kalau kita berani melewati jalan tidak nyaman, lambat laun kita pun bisa meraih kemahiran. Kalau sudah mahir dan nyaman, jangan lupa cari jalan baru lagi. Seorang climber, kata Paul Stoltz terus mencari tantangan baru. Dia bukanlah a quiter atau a camper." - hlm. 192
It took me a while to finish reading this book. Beberapa poin penting dalam buku ini mengingatkan kembali hal-hal yang pernah disampaikan pemateri career class. Memberikan perspektif baru untuk menjadi generasi tangguh, tidak mudah rapuh karena tekanan.