Judul Buku : Moga Bunda Disayang Allah
Penulis : Tere-liye
Penerbit : Republika
Tahun Terbit : Cet I, Nov 2006, Cet XII, Des 2011
Tebal : vi+306 halaman
Novel Tere-liye kedua yang pernah ku baca dan novel yang berhasil (lagi) membuatku bergetar tiap membaca lembar demi lembarnya. Novel yang sukses membawa ke perenungan terdalam. Membuatku berpikir. Sudahkah aku bersyukur atas nikmat-nikmat yang telah Allah berikan? Betapa beruntungnya kita. Telah diberi mata untuk melihat. Telah diberi telinga untuk mendengar. Telah diberi mulut untuk berbicara. Tapi sudahkah kita bersyukur? Diluar sana mungkin ada banyak yang memiliki kekurangan. Salah satunya diangkat dalam cerita novel ini
"Gelap! Melati hanya melihat gelap.
Hitam. Kosong. Tak ada warna...
Senyap! Melati hanya mendengar senyap.
Sepi. Sendiri. Tak ada nada..."
Novel ini bercerita tentang seorang gadis kecil bernama Melati
yang memiliki keterbatasan. Sebenarnya Melati adalah anak yang normal ketika
lahir. Dia memiliki wajah cantik, gigi kelinci yang menggemaskan, biji mata
buah leci yang bercahaya, ditambah rambut ikalnya yang suka sekali
bergoyang-goyang jika dia sedang bertingkah. Lucu sekali. Melati selalu bisa
menyedot perhatian setiap orang yang ada disekitarnya. Tapi, takdir berkata
lain. Nasib baik enggan lagi datang padanya.
Sebuah kecelakaan kecil terjadi. Ya, hanya kecelakaan kecil, tapi taukah kalian? Efeknya terlalu besar, terlalu besar, terlalu sakit, terlalu pahit. Tidak hanya untuk Melati, tapi juga untuk kedua orangtuanya. Melati hidup, tapi dia tidak bisa mendengar, tidak bisa melihat, tidak bisa berbicara. Dia hanya bisa bicara tak karuan. Bayangkan, dia bisu, tuli, dan buta dalam waktu yang bersamaan.
Melati tidak tahu apa-apa. Ia frustasi terisolasi dari kehidupan. Ia hanya bisa merasakan, tapi tidak tahu apa yang ia rasakan. Yang ia punya hanyalah isi pikiran yang membuncah. Rasa ingin tahu yang membuncah. Ini apa, sih? Kursi? Apa itu kursi? Untuk apa? Untuk duduk? Duduk itu seperti apa?
Novel ini akan membuat kalian mengerti makna hidup dan kehidupan. Novel ini membuat kita belajar dari kanak-kanak bernama Melati yang berjuang mengenal dunia dan isinya. Meski tembok takdir begitu besar menghadangnya. Tembok ini memang begitu besar. Tidak mungkin untuk dipindahkan, kecuali dihancurkan sekalian.
Selain itu, kalian juga akan belajar dari Karang. Belajar kalau setiap orang mempunyai kesempatan layaknya melempar bola ke dinding, 100% pasti kena. Kalian juga akan belajar dari seorang ibu yang tak pernah lelah mencarikan keajaiban untuk putrinya.
Semangat hidup. Perjuangan. Kesabaran. Rasa cukup. Banyak nilai-nilai kehidupan yang tersimpan. Setiap kejadian bahkan menyiratkan pelajaran bagi kita. Kepercayaan bahwa sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Ya. Karena Allah tidak akan menyia-nyiakan usaha hamba-Nya.
Kita sudah seharusnya bersyukur atas nikmat-nikmat yang telah Allah SWT berikan. Allah memberi kita tangan, kaki, mata, telinga, mulut, lengkap dengan fungsinya tanpa kurang satu apapun. Seharusnya kita menggunakannya dengan sebaik-baiknya. Bersyukurlah. Jangan mengeluh ini itu. Kalau saja kita hanya mencari kurangnya dunia, pasti ada.
Bukankah tidak ada yang sempurna di dunia ini? Sungguh STOP mengeluh. Syukuri apa yang ada. Hidup adalah anugrah. Tetap jalani hidup ini. Melakukan yang terbaik. Tuhan pasti kan menunjukkan. Kebesaran dan kuasa-Nya. Bagi hamba-Nya yang sabar dan tak kenal putus asa.
Bersabar dengan apa yang terjadi. Terus menerus berdoa.
Apakah doa langsung dijawab? Semua butuh proses. Sepertinya tidak ada doa yang
tidak didengar oleh Allah. Tapi Allah hanya memberi yang kita butuhkan, bukan
yang kita inginkan. Jadi bersabarlah, doa kita suatu saat akan dijawab dengan
cara yang sangat indah.
Semoga kedua orang tua kita selalu disayang oleh Allah. Aamiin :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar