Judul : Negeri di Ujung Tanduk
Penulis : Tere Liye
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 360 Halaman
Tahun Terbit : 2013
Ini novel sekuel Negeri Para Bedebah, baru rilis bulan Mei kemaren. Kepengen banget bacanya gara-gara sekuel pertamanya. Mehehe. Dari awal-awal Tere Liye bagi-bagi quotes novel ini di pagenya (sebelum novelnya rilis) udah ketebak sih ceritanya tentang politik. Hmm aku emang rada-rada ga suka sih sama politik. Kalo kalian ngajak diskusi politik, maaf banget, kalian salah orang XD Tapi berhubung ini cuma cerita gapapalah dibaca, sekalian nambah pengetahuan.
Tokoh utamanya masih sama, seorang Thomas, dia melebarkan sayap kantor konsultannya di bidang politik. Kali ini dia membantu klien politiknya -JD- dalam rangka pemilihan presiden. Thomas sangat mendukung kliennya ini karena impiannya untuk menegakkan hukum-yang adalah kunci dari semua masalah negara. Akan tetapi saat kemenangan sudah sangat dekat di depan mata, mereka mendapat serangan balik, sebuah manuver raksasa, dimana tujuan utamanya adalah Thomas.
Setelah berhasil meloloskan diri, ia langsung terbang ke Jakarta karena telepon dari kliennya. Di dalam pesawat pribadi itu, ia mulai menyusun rencana, menghubungi sekretarisnya untuk mengadakan konferensi mengundang reporter-reporter ternama dan sejumlah pengamat politik berpengaruh. Pertemuan itu berlangsung di ruang tunggu tepat setelah Thomas mendarat di bandara, sedikit banyak menyiratkan betapa pentingnya berita yang akan disampaikan.
Tahun Terbit : 2013
Ini novel sekuel Negeri Para Bedebah, baru rilis bulan Mei kemaren. Kepengen banget bacanya gara-gara sekuel pertamanya. Mehehe. Dari awal-awal Tere Liye bagi-bagi quotes novel ini di pagenya (sebelum novelnya rilis) udah ketebak sih ceritanya tentang politik. Hmm aku emang rada-rada ga suka sih sama politik. Kalo kalian ngajak diskusi politik, maaf banget, kalian salah orang XD Tapi berhubung ini cuma cerita gapapalah dibaca, sekalian nambah pengetahuan.
Tokoh utamanya masih sama, seorang Thomas, dia melebarkan sayap kantor konsultannya di bidang politik. Kali ini dia membantu klien politiknya -JD- dalam rangka pemilihan presiden. Thomas sangat mendukung kliennya ini karena impiannya untuk menegakkan hukum-yang adalah kunci dari semua masalah negara. Akan tetapi saat kemenangan sudah sangat dekat di depan mata, mereka mendapat serangan balik, sebuah manuver raksasa, dimana tujuan utamanya adalah Thomas.
"Apakah ada di dunia ini seorang politikus dengan hati mulia dan niat lurus? Apakah masih ada seorang Gandhi? Seorang Nelson Mandela? Yang berteriak tentang moralitas di depan banyak orang, lantas semua orang berdiri rapat di belakangnya, rela mati mendukung semua prinsip itu terwujud? Apakah masih ada? Maka jawabannya: selalu ada."Para saingan politik JD sepakat memburu otak strategi politiknya dulu, baru memburu JD. Kala itu Thomas sedang di Hongkong dan ia ditangkap diatas kapal pesiar barunya yang dibawa Opa dan Kadek dengan tuduhan menyeludupkan heroin dan senjata api yang ditemukan dalam kapalnya. Thomas kemudian menyadari bahwa ia sedang berurusan dengan orang yang berkuasa, tapi seorang petarung sejati tentu saja tidak mudah menyerah. Tetap berpikir tenang di bawah tekanan.
Setelah berhasil meloloskan diri, ia langsung terbang ke Jakarta karena telepon dari kliennya. Di dalam pesawat pribadi itu, ia mulai menyusun rencana, menghubungi sekretarisnya untuk mengadakan konferensi mengundang reporter-reporter ternama dan sejumlah pengamat politik berpengaruh. Pertemuan itu berlangsung di ruang tunggu tepat setelah Thomas mendarat di bandara, sedikit banyak menyiratkan betapa pentingnya berita yang akan disampaikan.
"Ketiga, sekaligus fakta paling penting, kita semua tahu, bahwa prinsip mendasar seluruh kampanye politik klien kami adalah penegakan hukum. Dia berjanji akan menegakkan hukum di negeri ini. Dia bersumpah akan memberantas hingga ke akar-akarnya parasit hukum di negeri ini, orang-orang yang mempermainkan bahkan mengolok-olok hukum itu sendiri. Itu ide besar yang disukai banyak orang, sekaligus dibenci banyak pihak.
Dari ketiga fakta itu, siapa yang melakukan serangan politik ini? Membunuh karakter klien kami? Jawabannya adalah kejadian ini jelas melibatkan konspirasi besar dari banyak pihak, orang-orang yang terganggu jika klien kami menjadi presiden. Aku akan menyebutnya dengan istilah mafia hukum."Disela-sela pertemuan itu Thomas dikejutkan dengan berita ditangkapnya rekan politiknya atas tuduhan korupsi besar-besaran. Kejadian itu membuat status JD sebagai calon presiden dipertanyakan. Thomas dengan segala cara berusaha mempersatukan suara para anggota partai. Disamping itu ia juga terus dibayang-bayangi para mafia hukum yang terselubung.
"Saat semua ini sudah dekat sekali, tidak peduli dengan intrik politik yang mereka lakukan, fitnah kejam atas calon presiden kita, tidak peduli itu semua, kita akan terus maju. Tidak ada yang boleh mendiskualifikasi calon presiden kita. Tidak ada yang boleh membatalkannya. Penangkapan itu dusta, intrik politik untuk membunuh karakter. Kita semua pemilik partai ini, kitalah pemilik suaranya, maka kita sendiri yang akan menentukan nasib partai ini, bukan mereka."Dengan bantuan beberapa orang yang mempercayai dan mendukung Thomas, ia perlahan-lahan mengorek semua bukti untuk mengungkap orang-orang di balik mafia hukum. Saat yang terselubung mulai terlihat, Thomas baru menyadari bahwa orang yang ia cari adalah bedebah yang tidak pernah lagi ia sebut namanya. Akan tetapi meskipun bahaya berada di depan matanya, Thomas tidak akan menyerah hingga ia berhasil atau bahkan mati saat berusaha. Ia akan melakukan apapun yang perlu dilakukan, untuk menyelamatkan negeri yang berada di ujung tanduk.
"Dengan apa kau melawannya, Tommi?"Petualangannya keren, ga kalah dari kisah Negeri Para Bedebah, meskipun aku lebih suka konflik yang di Negeri Para Bedebah. Pada akhirnya kalian harus baca sendiri novelnya biar merasakan feel konfliknya. Politik itu sesuatu yang pelik. Ada benarnya juga mungkin akar seluruh masalah bisa diselesaikan dengan penegakan hukum. Tapi membuatnya menjadi nyata tentu bukan hal yang mudah. Harus ada yang mulai bergerak menegakkan, salah satu pilarnya mungkin harus dipegang oleh pimpinan.
"Dengan cara-cara mereka,... Dengan kelicikan, keculasan, pengkhianatan, dan semua cara yang biasa mereka lakukan. Aku mempelajari cara mereka bertahun-tahun."
"Kita harus menyadari hal ini. Kita sebenarnya sedang berperang melawan kezaliman yang dilakukan kita sendiri dan orang-orang di sekitar kita yang mengambil keuntungan karena memiliki pengetahuan, kekuasaan, atau sumber daya. Kita memilih tidak peduli, lebih sibuk dengan urusan masing-masing, nasib negeri ini persis seperti sekeranjang telur di ujung tanduk, hanya soal waktu akan pecah berantakan. Ini negeri di ujung tanduk, Thomas."
Di Negeri di Ujung Tanduk kehidupan semakin rusak, bukan karena orang jahat semakin banyak, tapi semakin banyak orang yang memilih tidak peduli lagi.Dari sini aku mulai berpikir menjadi konsultan sepertinya pekerjaan yang keren. Hahaha. Konsultan statistik sepertinya menarik *eh. Tunggu aku dapat gelar master dulu yaa XD
Di Negeri di Ujung Tanduk, para penipu menjadi pemimpin, para pengkhianat menjadi pujaan, bukan karena tidak ada lagi yang memiliki teladan, tapi mereka memutuskan menutup mata dan memilih hidup bahagia sendirian.
Tapi di Negeri di Ujung Tanduk setidaknya, kawan, seorang petarung sejati akan memilih jalan suci, meski habis seluruh darah di badan, menguap segenap air mata, dia akan berdiri paling akhir, demi membela kehormatan.
Ohiya, review ini lumayan banyak terinspirasi dari review yang ditulis oleh Stefanie Sugia di Bookie-Looker. Buat yang lagi iseng-iseng nyari resensi buku bagus mungkin disana salah satu tempatnya. Sekian :)"Kau tahu, Nak, sepotong intan terbaik dihasilkan dari dua hal: suhu dan tekanan tinggi di perut bumi. Semakin tinggi suhu yang diterimanya, semakin tinggi tekanan yang diperolehnya. Jika dia bisa bertahan, tidak hancur, dia justru berubah menjadi intan yang berkilau tiada tara. Keras. Kokoh. Mahal harganya. Sama halnya dengan kehidupan, seluruh kejadian menyakitkan yang kita alami, semakin dalam dan menyedihkan rasanya, jika kita bisa bertahan, tidak hancur, kita akan tumbuh menjadi seseorang yang berkarakter laksana intan. Keras. Kokoh."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar