tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu
Kepada
hujan, barangkali kita memang perlu mengucapkan terima kasih yang
dalam. Hadirnya telah membuat apa-apa yang tak terungkap tetap rahasia.
Karena ternyata, hujan tak hanya menghapus rintik rindu, tapi juga
melarutkan kenangan-kenangan. Membawanya pergi entah ke mana, sebab laut
tak pernah sanggup jadi muara buat segala. Jadilah kita tetap
sendiri-sendiri—aku sendiri, kamu sendiri. Dan tak perlu lagi kita
bicara janji.
tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan juni
dihapuskannya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu
Kita
pernah melangkah dan berhenti dengan irama yang sama. Kita pernah
menatap bulan dari sudut yang sama. Kita jua yang menjadi sebab adanya
pemaknaan-pemaknaan positif tentang jarak dan keterpisahan. Kita telah
mencipta banyak pembenaran-pembenaran indah, dan itu pertanda kita ragu.
Tapi hujan menghapus keraguan itu—sayangnya—bersama butir-butir cinta
yang ada di sana. Sayang sekali, memang. Tapi kita bahkan tak mampu
memisahkan cinta dari keragu-raguan, apalagi meninggikannya—jadi lupakan
saja.
tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu
Tidak
semua apa yang kita rasa perlu diungkapkan, bukan? Sebagian rasa memang
membahagiakan ketika diungkapkan. Sebagiannya lagi menentramkan bila
dipendam. Boleh jadi sisanya ada untuk dilupakan. Itukah yang kini
kurasakan? Kau rasakan? Dalam diam kita, hujan memang terlalu banyak
bicara. Tapi bagaimanapun, sampaikanlah terima kasih yang dalam padanya,
sebab—sekali lagi,—hadirnya telah membuat apa-apa yang tak terungkap
tetap menjadi rahasia. Barangkali inilah cara kita menghapus rindu,
membiarkannya larut bersama hujan—yang tak pernah kita tahu pasti kapan
ia hadir untuk melakukannya.
Puisi oleh : Sapardi Djoko Damono (1989)
Bagian paling favorit dari novelnya Azhar Nurun Ala "Tuhan Maha Romantis" :3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar