Ini bukan cerita lanjutan Journey to the East (part one). Jangan ditanya part two-nya mana karena belum tentu ditulis haha. Kali ini mirip seperti part one, ya, tentu saja dadakan. Selasa pagi (23/10) dapat tawaran, but actually I'm not really interested. Pasrah. Yet, I'm willing to 'menjalankan perintah atasan' part :p Hingga sorenya datanglah keputusan boleh berangkat, tapi mesti minggu itu.
It's hard tho. Direct ticket high fare, hotels recommended fully booked. Hampir menyerah dan tukar tempat, tapi tidak berhasil. Rabu pun tetap masuk sambil menunggu kepastian. Diberi pilihan berangkat atau tidak sama sekali; karena minggu depan dan minggu depannya lagi jadwal memadat. There is something I have to do.
Rabu malam (24/10) pun saya nekat berangkat. I don't like my last long night flight. Kzl. I must eat heavy meal in the middle of the night and sahur time. Can you just pick any simple meal, drop it on my table and let me sleep? Argh. I barely slept (with weird dream, twice).
Besok paginya (25/10) landed dan dapat kabar Jumat kantor sana libur peringatan HUT GKI. Sooo, I must immediately work. Sungguh, bukannya jetlag, cuma ingin rehat dan bebersih sebelumnya. Namun, harus rela ditunda.
Sudah mempersiapkan diri kalau memang tidak dijemput kala itu, terlebih pemberitahuannya mendadak dan sepertinya tidak official. Bukan masalah bagi saya, mungkin hanya tidak lazim mengingat budaya jemput-menjemput tamu di negeri ini. Saya pun terbiasa naik angkutan umum, tapi lagi-lagi ternyata tidak lazim di kota yang saya kunjungi.
Saya lebih memilih naik bus bersama banyak orang dibanding naik taksi sendirian. Teman berkomentar memang tahu jalan? Just give me a little briefing, I not too bad in terms of direction. I wonder to be solo traveler. Terlalu nyaman dengan diri sendiri. Terlebih masih di negeri sendiri ini.
Di tengah perjalanan dapat kabar teman baik juga menuju kota yang sama. Felt relieved. Setiap perjalanan, saya seringnya tidak mengontak banyak teman di sana. Bukannya anti sosial, karena seringnya mendadak, terbatas yang sempat dikontak. Bertemu teman lain adalah bonus, terlebih sempat mendengar cerita mereka.
Terima kasih telah membuat perjalanan lebih berkesan. Maybe I will update this posting with proper story. Anyway, selamat hari sumpah pemuda!
Rabu malam (24/10) pun saya nekat berangkat. I don't like my last long night flight. Kzl. I must eat heavy meal in the middle of the night and sahur time. Can you just pick any simple meal, drop it on my table and let me sleep? Argh. I barely slept (with weird dream, twice).
Besok paginya (25/10) landed dan dapat kabar Jumat kantor sana libur peringatan HUT GKI. Sooo, I must immediately work. Sungguh, bukannya jetlag, cuma ingin rehat dan bebersih sebelumnya. Namun, harus rela ditunda.
Sudah mempersiapkan diri kalau memang tidak dijemput kala itu, terlebih pemberitahuannya mendadak dan sepertinya tidak official. Bukan masalah bagi saya, mungkin hanya tidak lazim mengingat budaya jemput-menjemput tamu di negeri ini. Saya pun terbiasa naik angkutan umum, tapi lagi-lagi ternyata tidak lazim di kota yang saya kunjungi.
Saya lebih memilih naik bus bersama banyak orang dibanding naik taksi sendirian. Teman berkomentar memang tahu jalan? Just give me a little briefing, I not too bad in terms of direction. I wonder to be solo traveler. Terlalu nyaman dengan diri sendiri. Terlebih masih di negeri sendiri ini.
Di tengah perjalanan dapat kabar teman baik juga menuju kota yang sama. Felt relieved. Setiap perjalanan, saya seringnya tidak mengontak banyak teman di sana. Bukannya anti sosial, karena seringnya mendadak, terbatas yang sempat dikontak. Bertemu teman lain adalah bonus, terlebih sempat mendengar cerita mereka.
Terima kasih telah membuat perjalanan lebih berkesan. Maybe I will update this posting with proper story. Anyway, selamat hari sumpah pemuda!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar