Penulis : Agnes Davonar
Penerbit : AD Published
Tahun Terbit : 2008
Tebal Buku : vii+232
Ini novel zaman kapan. Udah lama banget, tapi baru tertarik baca sekarang. Awal mulanya gara-gara nonton seriesnya di tipi, yang adaptasi bebas dari novel ini. Sekilas-sekilas doang sih nontonnya, tapi lumayan bikin penasaran novelnya gimana dan akhirnya kebaca juga edisi khususnya :D
Dulu sempat booming lah rasa-rasanya waktu SMA, apalagi waktu ada filmnya. Filmnya jangan ditanya, belum nonton lah, haha, lebih tertarik baca novelnya sih. Mungkin bagi yang senasib belum baca novelnya kayak saya dulu *plak, akan saya kasih sedikit gambarannya.
Sebelumnya bahas penulisnya dulu deh ya. Agnes Davonar. FYI, dia ini dua orang penulis. Agnes dan Davonar, baru tau juga gegara tetangga kosan suka baca novelnya. Ini baru novel kedua yang kubaca setelah My Blackberry Girlfriend. Katanya kebanyakan novelnya udah masuk layar lebar dan kebanyakan sad ending. Katanya. Dari 2 novel yang kubaca sih aku mengiyakan, tapi belum bisa mengeneralisasikannya. Sampelnya belum representatif *apadeh. Hahaha.
Selalu tertarik sama novel yang diangkat dari kisah nyata dan novel ini mengangkat perjuangan seorang Gita Sesa Wanda Cantika melawan kanker ganas, Rabdomiosarkoma, kanker jaringan lunak. Singkatnya panggilannya Keke. Kanker ini menyerang bagian wajahnya dan cara yang direkomendasikan mengatasi kanker ini melalui operasi untuk mengangkat sel kanker hingga ke akarnya. Tapi tentu ayahnya tidak merelakan wajah cantik putrinya akan cacat pasca operasi. Jadilah kesana-kemari mencari pengobatan alternatif hingga akhirnya melakukan kemoterapi, yakni memasukkan berbagai zat kimia untuk melemahkan kanker tersebut. Kemoterapi dilakukan 6 kali dan kemudian dilanjutkan dengan radioterapi. Banyak efek samping kemoterapi itu (barusan baca artikelnya) dan hal itu dialami Keke yang berusia 13 tahun :')
Beruntung setelah melakukan serangkaian panjang kemoterapi itu dia berhasil sembuh. Tapi, tahukah kalian apa yang terjadi selanjutnya? Aaaaa, perjuangannya belum berakhir begitu saja kawan, hingga dia menulis sebuah surat kecil untuk Tuhan ketika dia sadar hidupnya hanya sisa sebentar :')
Normalnya baca novel beginian pasti nangis, tapi berhubung bacanya mobile, pindah-pindah, dan di tempat yang ga memungkinkan untuk nangis dan di momen yang sedih kebetulan berhenti-berhenti jadi kurang dapet feelnya. Tapi, perjuangannya bener-bener mengharukan. Intinya jangan menyerah begitu saja akan kanker, lakukan sesuatu, tinggalkan jejak dan orang-orang kemudian akan mengenang kita sekalipun sudah tiada. Bagus buat dibaca :')
Tidak ada komentar:
Posting Komentar