CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Minggu, 27 Oktober 2013

#LILIEFORS Ronde 2

Lanjutan postingan sebelumnya. Kalau ada yang belum baca bisa klik disini :D

Klinik ketiga: PENULISAN - Tere Liye

Ini dia sesi yang ditunggu-tunggu sebagian besar yang hadir, termasuk saya. Rasanya kalau ketemu penulis favorit itu emang beda ya. Feeling excited :3 Jadi inget setahun yang lalu, waktu beli Hafalan Shalat Delisa di IBF trus ada Bang Tere Liye juga di sana, tapi sama sekali ga niat minta tanda tangannya ataupun foto bareng karena emang belum pernah sama sekali baca karya-karyanya.

Setahun terakhir, ada 12 dari 17 karya Bang Tere yang berhasil saya tamatkan. Sebagai bukti, reviewnya mungkin bisa kalian lihat di tag Novel dalam blog ini :D Sebagian besar review novel saya disini kayaknya karya Bang Tere deh :D Novel pertama dari seorang penulis tertentu yang saya baca emang kadang berpengaruh besar dengan novel-novel yang saya baca selanjutnya :D

Dapet bocoran dari panitia, katanya bisa minta tanda tangan di sesi ini. Agak-agak kecewa sih ternyata ga bisa minta tanda tangan langsung, mesti lewat panitia. Yaudahlah pasrah. Masih ada workshop menulisnya yang super kece. Suka pake banget sesi ini :3

Mungkin yang belum tau agak kaget kali ya liat Tere Liye ternyata cowok. Saya sih kagetnya udah duluan tahun lalu. Hahaha. Tere Liye ini penulis yang lumayan misterius loh, liat aja di buku-bukunya, jarang bahkan nyaris ga ada identitas penulisnya. Cuma email dan sosmed lainnya. Waktu workshop kemaren juga ga ada CV beliau, jadi cuma dibacain judul-judul karyanya seingat saya. Dapet info dari panitia bahwa menghubungi beliau ya dari komunikasi via email aja. Tapi selebihnya kurang tau juga sih berhubung saya bukan panitia :x

Gaya Bang Tere asik, santai, jadi ga terlalu kaku sesinya. Asik. Diceritain lewat dongeng-dongeng, karna beliau mengaku ahli fiksi, bukan ahli hadis seperti asumsi orang-orang yang berpikir atas karya-karyanya yang religius. Beliau juga menulis cerita romance kok, dongeng juga ada. Tapi karya Tere Liye itu selalu dikemas berbeda, ada unsur pemberian pemahamannya gitu. You will know if you read his novels by yourself :D

Well, mari fokus ke materi. Tema yang diangkat: 'Bisa menulis' vs 'Tahu cara menulis'
Sebelum masuk ke materi ada pertanyaan besar yang harus kita jawab. Kenapa harus menulis? Maka kemudian Bang Tere menceritakan dongeng tentang burung, penyu dan pohon kelapa. Jawaban yang bisa dipetik karena menulis = menyebar benih-benih kebaikan.

Kalau saya yang ditanya kenapa menulis? Ya jawabannya karna pengen nulis-nulis aja. Asik aja gitu bercerita lewat tulisan, ga terlalu memusingkan ada ataupun ga ada yang baca. Tapi tentu dalam hati punya goal nama sendiri yang tercetak di suatu cover buku. Yeah, someday.


Bang Tere memberikan kabar buruk bahwa menulis tidak bisa diajarkan. Lantas kenapa diadakan workshop ini kalo gitu? Karena kabar baiknya menulis itu bisa ditumbuhkan. Waktu terbaik menanam pohon adalah 20 tahun yang lalu. Namun, waktu kedua adalah hari ini. Tergantung mau kita apakan percikan api yang kita punya sekarang, apakah menjadikannya berkobar terang atau membiarkannya menyusut padam. See? Langkah pertama yang perlu kita lakukan adalah temukan apa yang akan kita tulis.

Tips Menulis yang Baik

1. Problem yang sering dialami penulis pemula (seperti saya) yakni menemukan ide. Tapi ketahuilah ide cerita/tulisan itu bisa apa saja kata Bang Tere.

Tes pertama disuruh menulis sebuah paragraf yang mengandung kata HITAM. Let me show you mine. Mehehe. Selamat tinggal grammar *plak.
Hidup itu pilihan. Selalu ada sisi hitam dan putih, tergantung bagaimana kamu melihatnya. Kamu bisa memilih menjadi hitam ataupun putih, tapi mungkin aku lebih memilih menjadi abu-abu.
Kemaren males banget rasanya angkat tangan buat dibacain, walaupun ga dikomentari apa-apa. Posisi duduk di bagian pojok kanan agak ke tengah rasanya ga enak aja buat mengoper-oper note. Untuk ukuran workshop emang kebanyakan kali ya 300 orang lebih, mungkin baiknya satu kelas 30 orang aja biar lebih efektif belajarnya :D

Hitam. Kata siapa susah menemukan ide? Bahkan ada banyak kan? Mungkin ada yang bisa menulis sampai menjadikannya sebuah novel. Tapi masalahnya apakah tulisannya menarik. Itulah PR yang harus kita kerjakan, mengemas tulisan menjadi sesuatu yang menarik.
"Adalah bohong jika kita kehabisan ide tulisan. Penulis yang baik selalu menemukan sudut pandang yang spesial."
Ceritakan dengan sudut pandang yang berbeda, sudut pandang yang spesial. Tes kedua disuruh membuat sebuah paragraf dengan kata MULUT, tapi dengan sudut pandang yang spesial. Saking kerasnya memeras otak, paragrafku bahkan belum sempat selesai -___- Mungkin ada benarnya menulis itu perlu dalam kondisi rileks, tanpa tekanan. Dan akhirnya ku selesaikan disini.
Orang tua sering kali punya perhatian berlebihan terhadap anak-anaknya. Dulu aku seringkali dibanding-bandingkan dengan anak tetangga lah, anak teman mereka lah, atau dengan sepupu-sepupuku. Rasanya mau menghilang. Tapi sekarang setelah jauh, diam-diam aku selalu merindukan untaian kata-kata yang terucap dari mulut mereka. Karena perhatian berlebihan orang tua adalah gangguan terbaik yang pernah ada.
2. Apakah menulis membutuhkan amunisi? Riset? Cari bahan? Jawabannya YA. Menulis perlu amunisi. Penulis yang baik selalu pembaca yang baik. Karena penulis itu senjatanya adalah kata. Misalnya kita ingin mengisi gelas-gelas kosong, apa jadinya jika teko yang kita gunakan tidak ada airnya?

Pada poin ini disuruh menulis paragraf dengan kata Musterkanov. Apa itu? Tidak ada yang tau. Dari sekian tulisan yang dibacakan, kebanyakan membuat definisi bebas, bahkan ada yang menjadikannya singkatan kocak. Apa yang saya tulis? Cuma sesuatu yang standar :x
Di suatu negeri antah berantah hiduplah seorang petualang bernama Musterkanov. Ia sebisa mungkin menghindari menyebutkan namanya ke orang-orang yang ia temui karena selalu ada orang yang penasaran akan arti namanya. Padahal sang pemilik nama pun tidak tahu apa gerangan artinya. Apalah arti sebuah nama batinnya, tidak bisakah orang-orang berhenti penasaran?
Note: paragraf-paragraf yang ku tulis di workshop kemaren ga sama persis dengan yang ada disini, sedikit banyak direvisi tapi masih dengan ide yang sama :D

3. Apa itu tulisan yang buruk atau bagus? Jawabannya tidak pernah ada tulisan yang jelek/bagus, yang ada tulisan yang relevan/tidak relevan. Semua soal selera.

4. Gaya bahasa adalah kebiasaan**
Kalimat pertama adalah pekerjaan mudah**
Menyelesaikan lebih gampang lagi**
PERCAYALAH !
ALA karena TERBIASA

Poin keempat dibahas dari yang paling bawah. Menyelesaikan tulisan itu lebih gampang lagi, kata Bang Tere tinggal tulis kata TAMAT di akhir maka selesailah tulisan kita :v Begitulah yang terjadi di novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin akunya. Endingnya dibiarkan menggantung begitu saja, karena memang ga tau mau dilanjutkan apa lagi katanya. Jadi, langkah paling ampuh menyelesaikan tulisan, cukup dengan menulis kata TAMAT di akhir :v

Kalimat pertama adalah pekerjaan mudah. Tulis apa saja. Tidak ada salahnya memulai tulisan dengan 'pada suatu hari'. Yang lebih penting adalah jalan ceritanya. Jangan terlalu dipusingkan dengan hal-hal sepele macam kalimat pertama :v

Gaya bahasa adalah kebiasaan. Jangan terlalu memaksakan diri menggunakan gaya bahasa bermajas tinggi. Gaya bahasa lama-lama bisa terbentuk dengan sendirinya, tergantung asupan bacaan kita. Boleh-boleh aja menulis tanpa gaya bahasa, tetap sebuah tulisan kan namanya? :v

Bagaimana biar ga moody?
Lakukan sesuatu dengan senang, cari motivasi terbaikmu. Besarkan nyala api dalam dadamu. Kalau mau jadi penulis, maka mulailah menulis.

"Jadilah pribadi yang lebih baik dengan menulis. Tulisan akan tetap menjadi tulisan sekalipun tidak ada yang membaca"
Salam menulis kawan :3

2 komentar:

  1. Hai salam kenal.
    Hari ini (24/10/2018) tepatnya siang tadi, aku juga baru ikut workshop kepenulisan Bang Tere Liye. Apa yg kamu tulis di blog ini, seperti rewind acara tadi. Persis sama alurnya, mulai dari slide yang ditampilkan di acara tadi sampai kegiatan belajar menulis dengan diberikan satu kalimat sebagai tema untuk membuat satu paragraf, termasuk Musterkanov. :D
    Cuma yang beda satu, untuk bagian mengakhiri sebuah tulisan. Di workshop, bang Tere Liye mengakui bahwa novel yang dia tidak tau harus dibuat seperti apa endingnya adalah novel Hafalan Sholat Delisa. Ini menarik, apa jangan2 novel bang Tere yang terkesan 'menggantung' di akhir cerita adalah hasil dari beliau yang tidak tau bagaimana caranya mengakhiri sebuah cerita? Hehehe
    Patut ditanyakan jika nanti ada workshop/seminar lain yg menghadirkan beliau sbg bintang tamu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai salam kenal balik Nofiqo.
      Terima kasih telah meninggalkan jejak. Tidak menyangka setelah lima tahun berlalu tulisan ini masih relevan :D
      Haha silakan ditanyakan nanti kalau ada kesempatan. Mungkin bukannya tidak tahu, melainkan sengaja mengakhiri cerita sedemikian rupa.

      Hapus