CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Jumat, 29 Desember 2017

Negeri sejuta pelangi

Setelah sekitar dua bulan lalu tur negeri timah, saya pun menyempatkan berkunjung ke negeri tetangganya. Negeri yang juga disebut 1001 warung kopi ini menjadi objek wisata tujuan cukup banyak orang, setelah salah satu film lokal yang diangkat dari novel berjudul sama mengambil syuting di negeri ini.

ini replika SD-nya, do you remember?

Siang itu (27/10) saya sudah tiba di TJQ. Berhubung seorang yang dituju berada di Belitung Timur, saya mesti naik travel dulu ke sana. Menunggu penuh baru travelnya jalan. Hampir satu jam travel pun berangkat. Sejuknya udara sehabis hujan sukses lift up my mood that day. Sepanjang jalan melihat hijau-hijau, memanjakan mata yang terbiasa terpapar radiasi.

Minggu, 24 Desember 2017

Hujan Bulan Juni

Judul: Hujan Bulan Juni
Penulis: Sapardi Djoko Damono
Penerbit: Gramedia
Terbit: 2015
Tebal: 144 halaman

Bagaimana mungkin seseorang memiliki keinginan untuk mengurai kembali benang yang tak terkirakan jumlahnya dalam selembar sapu tangan yang telah ditenunnya sendiri. Bagaimana mungkin seseorang bisa mendadak terbebaskan dari jaringan benang yang susun-bersusun, silang-menyilang, timpa-menimpa dengan rapi di selembar saputangan yang sudah bertahun-tahun lamanya ditenun dengan sabar oleh jari-jarinya sendiri oleh kesunyiannya sendiri oleh ketabahannya sendiri oleh tarikan dan hembusan napasnya sendiri oleh rintik waktu dalam benaknya sendiri oleh kerinduannya sendiri oleh penghayatannya sendiri tentang hubungan-hubungan pelik antara perempuan dan laki-laki yang tinggal di sebuah ruangan kedap suara yang bernama kasih sayang. Bagaimana mungkin.
***
"Tidak ada yang lebih tabah dari pembaca novel ini." - AZ
Kutipan review g*odreads di atas cukup mewakili :p Novel ini sudah saya ajak berkelana, bahkan hingga ke salah satu kota setting ceritanya di utara sana, tapi teteup gak kelar-kelar bacanya. Sepertinya perlu dibaca ketika tidak ada beban pikiran ditemani secangkir teh hangat dan rintik hujan, biar syahdu. Wkwk. Terbilang berat bagi yang sastranya di bawah rata-rata. Alurnya pun bisa bikin emosi bagi yang kurang tabah.

Cerita novel ini sederhananya berpusat pada Sarwono dan Pingkan, dua orang yang saling jatuh cinta, namun terhalang perbedaan Jawa Menado. Sering kali diulang cerita berlatar kedua suku tersebut, getting me irritated. Lalu ada orang ketiga, orang keempat, orang kelima, you named it.

Jujur separuh bagian pertama membuat mumet. Tertarik baca sebelum menonton filmnya. Boro-boro. Baru dapat memahami tutur bahasa SDD pun separuh bagian setelahnya. Setelah hampir dua bulan menonton filmnya. Banyak bagian yang tambal sulam. Bagian menggembala gerombolan biri-biri Tonsea di novel padahal lumayan menarik. Bagian bertemu Toar juga cukup menarik. Belakangan baru tau Toar itu kakak Pingkan. Seingat saya, di film tidak disinggung-singgung.

Filmnya terlalu menonjolkan cerita yang dikaitkan Katsuo. Heran aing. Teman saya menonton kala itu ngakak terus tiap sosok Katsuo muncul, beyond your imagination lah pokoknya. Di novel tidak terlalu banyak membahas Sontoloyo Jepun itu (sebutan dari Sarwono). Endingnya pun. Ah, film tidak melulu harus happy ending kok. Penonton belakangan cukup bijak. Bagian apiknya mendeklamasikan puisi. Even puisi yang tidak dicakup di novel ini, tapi di buku puisi dengan judul yang sama. Setelah melalui ketiganya, saya lebih menyukai buku puisinya, terlebih bagian berikut.
"Kukirim padamu beberapa patah kata yang sudah langka. Jika suatu hari nanti mereka mencapaimu, rahasiakan, sia-sia saja memahamiku."
"Dalam setiap kata yang kau baca, selalu ada huruf yang hilang. Kelak kau pasti akan kembali menemukannya di sela-sela kenangan penuh ilalang."

Minggu, 03 Desember 2017

Frequently contacted

Blogwalking kali ini disuguhi sebuah tulisan yang menarik. Beberapa waktu lalu sempat mendapat pertanyaan serupa terkait frequently contacted. Kemudian hanya menjawabnya dengan diam. Konteksnya bercanda sih, tapi menyisakan lingering feeling gitu. Setelah membaca tulisan di bawah ini, diingatkan kembali bahwa itu merupakan bentuk penjagaan, betapa derasnya cinta-Nya :')


Kepada Perempuan-Perempuan yang Merasa Berbeda

by novieocktavia

Suatu hari, kita mungkin pernah mendapati diri merasa berbeda dengan perempuan-perempuan lain di sekitar kita karena tidak ada satu pun lelaki yang bisa dengan mudah kita sebut namanya. Kita hanya mendengar mereka bercerita tanpa menanggapinya dengan cerita yang serupa, sebab memang tak ada siapapun yang hadir di hati kita. Lalu, mengapa bersedih? Bukankah memang tidak perlu ada seorang lawan jenis pun yang mengisi semesta hati kita sebelum hari bahagia itu tiba? Sehebat dan sesempurna itulah Allah menjaga, sebab tak ingin ada hati yang berrongga karena kebahagiaan yang belum waktunya.
Suatu hari, kita mungkin pernah mendapati diri merasa tak sama dengan perempuan-perempuan lain di sekitar kita karena tidak ada satu pun lelaki yang namanya muncul pada frequently contacted di ponsel kita. Kita hanya melihat bagaimana mereka berinteraksi tanpa bisa menebak bagaimana rasanya, sebab memang tidak ada seorang pun diantara teman-teman lawan jenis kita yang sering berbalas pesan setiap harinya dengan kita. Kalaupun ada, urusannya adalah tugas kuliah, pekerjaan, bisnis, atau hal-hal penting lainnya yang hanya saling berbalas seadanya. Lalu, mengapa bersedih? Bukankah interaksi yang terbatas akan memudahkan hati agar tidak mudah terjun bebas? Sehebat dan sesempurna itulah Allah menjaga, sebab tak ingin ada air mata yang jatuh percuma.
Suatu hari, kita mungkin pernah mendapati diri merasa asing diantara perempuan-perempuan lain di sekitar kita karena tidak ada satu pun lelaki yang pernah menghabiskan perjalanan berdua dengan kita. Kita hanya mendengar atau melihat, tanpa bisa berempati sebab tak tahu bagaimana rasanya. Selama ini, perjalanan dihabiskan dengan teman-teman perempuan, orangtua, adik, kakak, atau saudara. Lalu, mengapa bersedih? Bukankah perjalanan-perjalanan yang dilakukan berdua sebelum waktunya lebih dekat pada bahaya? Sehebat dan sesempurna itulah Allah menjaga, sebab tak ingin ada mata yang terus beradu pandang dan raga yang terus beradu sentuh sebelum waktunya.
Jika pun suatu hari nanti akan ada seseorang yang dengan mudah kita sebut namanya, semoga itu adalah dia yang tersebab akadnya maka kita boleh menceritakan kebaikannya. Jika pun suatu hari nanti ada seseorang yang setiap hari berbalas pesan dengan kita, semoga itu adalah dia yang tersebab akadnya maka dengannya kita boleh membicarakan apa saja. Jika pun suatu hari nanti ada seseorang yang banyak menghabiskan perjalanan bersama kita, semoga itu adalah dia yang tersebab akadnya diperbolehkan mengajak kita bersafar kemana saja. Tapi sekarang, semoga kita senantiasa berbahagia dengan penjagaan-Nya yang sedemikian rupa.
Jangan lupa berdoa dan saling mendoakan perempuan-perempuan lainnya, sebab berat, susah, dan berlikunya menjaga diri tak akan pernah bisa kita terka hingga mungkin kita tak selamanya akan mudah menjalaninya. Bagaimana pun, semoga Allah senantiasa menjaga dan memudahkan. Selamat berbahagia diantara deras cinta-Nya. Baarakallahu fiik :”)