CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Senin, 07 November 2022

Laut Bercerita

Judul: Laut Bercerita
Penulis: Leila S. Chudori
Penerbit: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
Terbit: Oktober 2017
Tebal: 379 halaman

Jakarta, Maret 1998

Di sebuah senja, di sebuah rumah susun di Jakarta, mahasiswa bernama Biru Laut disergap empat lelaki tak dikenal. Bersama kawan-kawannya, Daniel Tumbuan, Sunu Dyantoro, Alex Perazon, dia dibawa ke sebuah tempat yang tak dikenal. Berbulan-bulan mereka disekap, diinterogasi, dipukul, ditendang, digantung, dan disetrum agar bersedia menjawab satu pertanyaan penting: siapakah yang berdiri di balik gerakan aktivis dan mahasiswa saat itu.

Jakarta, Juni 1998

Keluarga Arya Wibisono, seperti biasa, pada hari Minggu sore memasak bersama, menyediakan makanan kesukaan Biru Laut. Sang ayah akan meletakkan satu piring untuk dirinya, satu piring untuk sang ibu, satu piring untuk Biru Laut, dan satu piring untuk si bungsu Asmara Jati. Mereka duduk menanti dan menanti. Tapi Biru Laut tak kunjung muncul.

Jakarta, 2000

Asmara Jati, adik Biru Laut, beserta Tim Komisi Orang Hilang yang dipimpin Aswin Pradana mencoba mencari jejak mereka yang hilang serta merekam dan mempelajari testimoni mereka yang kembali. Anjani, kekasih Laut, para orangtua dan istri aktivis yang hilang menuntut kejelasan tentang anggota keluarga mereka. Sementara Biru Laut, dari dasar laut yang sunyi bercerita kepada kita, kepada dunia tentang apa yang terjadi pada dirinya dan kawan-kawannya.

Laut Bercerita, novel terbaru Leila S. Chudori, bertutur tentang kisah keluarga yang kehilangan, sekumpulan sahabat yang merasakan kekosongan di dada, sekelompok orang yang gemar menyiksa dan lancar berkhianat, sejumlah keluarga yang mencari kejelasan akan anaknya, dan tentang cinta yang tak akan luntur.

***

Sudah melirik novel ini sejak 2018 karena covernya. 2020 men-check-out-nya bersama satu buku prosa (Mengapa Luka Tidak Memaafkan Pisau) yang tentu sudah lebih dahulu selesai dibaca. 2022 dibuat sesak seusai membaca novel ini. Sudah lama ternyata tidak membaca fiksi, terakhir Aroma Karsa. Genre sejarah sejujurnya not my cup of coffee, makanya tak kunjung selesai dibaca. Terlalu lama jeda membaca prolog yang sejatinya sudah menyuratkan ending ceritanya. Memasuki pertengahan cerita baru tergesa ingin menyelesaikannya.

Novel ini berisi flashback yang dibagi menjadi dua bagian, dari sudut pandang Biru Laut dan Asmara Jati (adiknya). Sesuai judulnya, benar-benar Laut yang bercerita di awal. Ia turut bergabung dengan Winatra, organisasi mahasiswa yang memihak pada kaum kecil, seperti buruh dan petani. Cerita fiksi yang terasa begitu nyata, perjuangan para aktivis yang kegiatannya dianggap menentang pemerintahan kala itu, dikejar-kejar aparat, hingga harus hidup berpindah-pindah. Kemudian, satu per satu mereka hilang (re: penghilangan orang secara paksa). Bagian terberat mendapati satu pengkhianat berada di antara mereka.

"Setiap langkahmu, langkah kita, apakah terlihat atau tidak, apakah terasa atau tidak, adalah sebuah kontribusi, Laut. Mungkin saja kita keluar dari rezim ini 10 tahun lagi, atau 20 tahun lagi. Tapi apapun yang kamu alami di Blangguan dan Burungasih adalah sebuh langkah. Sebuah baris dalam puisimu. Sebuah kalimat pertama dari cerita pendekmu." -hlm. 183

"Aku hanya ingin kau paham, orang yang suatu hari berkhianat pada kita biasanya adalah orang yang tak terduga, yang kau kira adalah orang yang mustahil melukai punggungmu." - hlm. 31

Emosi kian memuncak di bab Asmara Jati, yang perlahan mengajarkan kita agar berdamai dengan kehilangan. Sekian tahun keluarga para aktivis, baik orang tua, kakak, adik, kekasih, menyangkal bahwa mereka yang hilang sudah tiada. Sang adik, mencoba untuk mengajak kedua orang tuanya ‘keluar dari kepompong’ dan menghadapi kenyataan bahwa Mas Laut hilang dan tak akan pernah kembali. The last part hit the hardest, I couldn't hold back my tears.

"Kalau sampai aku diambil dan tidak kebali, sampaikan pada Asmara, maafkan aku meninggalkan dia ketika bermain perak umpet, dia akan paham. Aku akan selalu mengirim pesan kepadanya melalui apa pun yang dimiliki alam. Dan sampaikan pada Anjani, carilah kata-kata yang tidak terungkap di dalam cerita pendekku." - hlm. 226

"Gelap adalah bagian dari alam. Tetapi jangan sampai kita mencapai titik kelam, karena kelam adalah tanda kita sudah menyerah. Kelam adalah sebuah kepahitan, sebuah titik ketika kita merasa hidup tak bisa dipertahankan lagi." - hlm. 2

"Seandainya belum ada satu pimpinan pun yang menunaikan janjinya untuk mengungkap kasus kematianku dan kematian semua kawan-kawan, maka inilah saranku: kalian semua harus tetap menjalankan kehidupan dengan keriangan dan kebahagiaan." - hlm. 366

I really want to thank all of the activists involved at that time because they have succeeded in creating a better country for us to live in. Selamat (sebentar lagi) Hari Pahlawan!

Sabtu, 13 Agustus 2022

Memberi Ruang

Judul: Memberi Ruang
Penulis: Kurniawan Gunandi
Penerbit: Bentang Pustaka
Terbit: Juni 2022
Tebal: 160 halaman

Kalau ingin memahami orang lain, pertama-tama kita harus bisa memahami diri sendiri. Sebab, bagaimana mungkin memahami perasaan, masalah, dan apa pun yang sedang dialami orang lain kalau kita gagal melakukan hal serupa pada diri ini.

Beri ruang yang cukup untuk dirimu sendiri. Beri waktu yang lapang untuk mengenali diri dengan baik. Jangan sampai kita terlalu sibuk dengan dunia luar sehingga gagal memahami diri ini. Lalu saat sudah berumur, kita masih dibuat bingung dengan keinginan yang ada.

Memberi Ruang akan  membawa kita memahami berbagai pelajaran hidup yang hadir lewat kegagalan, kesedihan, kecemasan, dan masalah-masalah lainnya.

***

Buku ketujuh yang ditulis masgun sejak 2014. Kali ini sengaja langsung direview tak lama setelah bukunya selesai dibaca, agar tidak terlewat seperti Bising (yang rencana reviewnya akan disusulkan kemudian, haha). Mungkin di antara kalian ada yang sudah pernah membaca Hujan MatahariLautan LangitMenentukan ArahBertumbuh, atau Arah Musim; tidak akan asing dengan buku kumpulan tulisan pendek ini. 

"Hati-hati segalanya memiliki konsekuensi." - pesan di samping tanda tangan yang dibubuhkan masgun
Hal yang paling terasa sejak Bising, tulisannya lebih dewasa, topiknya lebih kompleks. Tidak bisa dipungkiri bahwa menjadi dewasa itu sulit. Setiap cerita dalam buku ini bisa diikuti secara acak, tidak ada cerita yang bersambung, beberapa poin berulang. My personal opinion, tidak semelelahkan membaca Bising, karena buku ini memang negasinya.

Bulan lalu mengikuti bedah buku ini secara online. Berikut beberapa catatan yang sempat dikutip. Masalah besar atau kecil itu persfektif, tergantung ruang yang dimiliki. Kemudian, bagaimana respon terhadap masalah yang dihadapi. Seberapa sering menghindar atau lari dari masalah?
"Kita tidak selamanya bisa bergantung kepada orang lain. Seseorang yang akan terus menemani kita adalah diri sendiri. Maka, bantulah dirimu untuk bisa menjadi pribadi yang baik. Pribadi yang menyenangkan. Bantulah dirimu untuk menjadi orang yang berwawasan, bisa kamu ajak bicara, dan kamu merasa nyaman dengannya setiap waktu." - hlm. 42

Apakah nyaman ngobrol dengan diri sendiri di fase krisis? Everyone was a beginner, selami cara berpikirnya. Kalau ada yang bisa diperbaiki, bantu memperbaiki cara berpikirnya. Respect dengan peran yang diambil oleh orang lain. Di luar sana ada yang tidak bisa memilih peran, karena seolah-olah itu takdir. Appreciate, apa yang dikerjakan itu bernilai.

Kapan terakhir kali benar-benar bicara dengan orang tua?

Seberapa penting hal itu bagimu? Jika perlu waktu mencapainya 7 sampai 10 tahun apakah bersedia mengambil konsekuensinya? Jangan memilih sesuatu yang tak ingin kamu miliki seumur hidup.

"Tak ada yang mengejar-ngejarmu, kecuali kekhawatiran dan ketakutanmu sendiri." - hlm. 111

"Kita sering kali memilih sesuatu yang lebih mudah dijalani, mesti bukan yang benar-benar kita inginkan." - hlm. 157

Diselipkan beberapa halaman kosong untukmu menulis tentang dirimu sendiri pada buku ini. Semangat berkontemplasi.

Minggu, 31 Juli 2022

caving

2021 passed like a flash. It has been a long time since I wrote again. As if someone paying attention wkwk. Some people may wonder what I am going through. Gathering myself to write last year's sum up post required more courage, without getting burst into tears. So many things that I wanna skip. However, thanks again, you are survived. Even if you feel weird about yourself, somehow.

Certain someone asked me what I have learned the most in the past year, and my answer was... being healthy. Before you nurse other, make sure to take care of yourself. Even though there was a second wave of Covid-19, walking in and out of hospital for a while. When my legs became helpless, hear the monitor beeped. Then, watching medical dramas will never be the same again. It took a lot of my time, to getting back on my feet. But it's okay, it's really okay to be vulnerable during those time. I even (try) normalized to take annual leave to rest. Last third of last year has been so busy that I did not think much.

Health is one of valuable asset. After three months of window shopping, I decided to buy slow juicer to make green juices. The results are visible when my mood swing improves, and my skin is a bit glowing pfft. But most importantly, I can adjust my diet so it does not cause flare-ups or other digestive problems. Lately, to consistently make green juices is a different story. Haha.

Another skill that was unlocked last year was composting. Previously, I started sorting organics and inorganic waste. The most household waste is organic waste. I knew even sorted waste, when picked up by dustman or dropped on a laystall, it got jumbled up again. Thankfully, my housemates support composting. Then, we bought composting kit and learn how to do it. We failed at first because we did not use the right brown materials. We harvested compost twice last year. She even developed a new hobby (re: gardening). Nowadays, I am not the only one who has plastics laundry :D

Ah ya, for the first time I lost my annual leave. However, I had the opportunity to go home twice, of course while working. And as the third one, I've so tired, thus I decided to plan a vacation, obviously not alone :p Thanks for wrapping last year (at least) beautifully.