CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Minggu, 16 Februari 2020

Arah Musim

Judul: Arah Musim
Penulis: Kurniawan Gunadi
Penerbit: Bentang Pustaka
Terbit: Oktober 2019
Tebal: 200 halaman

Tindakan-tindakan kecil kita di masa lalu telah mengubah banyak hal di kehidupan kita saat ini. Mungkin kita tidak pernah menyadarinya. Mungkin kita telah melupakannya. Meski kemudian kita kebingungan karena tidak mampu memahami rentetan kejadian sebab dan akibat itu.

Kita sering gagal memahami bahwa apa yang terjadi dalam hidup kita adalah hal-hal terbaik yang bisa kita dapatkan. Kita seringkali salah memahami maksud-maksud tersembunyi yang Dia hadirkan dalam semua rentetan kejadian hidup yang amat berharga. Dia ingin mengajarkan kita sesuatu. Sesuatu yang seringkali kita tolak kehadirannya. Sesuatu yang barangkali menjadi doa-doa kita selama ini.

Tapi, kita tidak cukup sabar melewati musim-musim yang silih berganti.

***

Buku yang sebenarnya sudah dituntaskan dalam liburan akhir tahun lalu, tapi baru dibuka kembali. 2020 baru berjalan sebulan, tapi berasa sudah terengah-engah. Haha. Berawal dari mencari sebuah penggalan kalimat, berakhir dengan membaca ulang beberapa cerita dalam buku ini. Sudah lama mengetahui judul buku kelima masgun ini, sekitar tiga tahun lalu. Namun, buku ini baru diterbitkan melalui penerbit mayor, tidak seperti Hujan Matahari, Lautan Langit, Menentukan Arah, dan Bertumbuh, yang diterbitkan secara indie.
"Kamu harus kuat, sebab perjalanan ke depan butuh kekuatanmu untuk bisa menahan diri, mengendalikan diri. Bukan karena kamu harus bertarung secara fisik dengan orang lain, melainkan karena kamu harus melawan egomu, ambisimu, dan dirimu sendiri." - hlm. 20
Some parts are relatable, as always. I've tapped his stories on ig and feel like I've been slapped virtually. Haha. Begitu pun dalam membaca buku ini. Pada bagian tertentu akan membuatmu merenung sejenak, membawamu mendapatkan pemahaman baik.
"Ketidakbahagiaan kita saat ini mungkin disebabkan oleh ketidakmampuan kita untuk bersyukur atas hal-hal yang bisa dengan mudah kita dapatkan." - hlm. 76
It's okay to be different. It's okay to have different point of views. But seriously, this book getting deeper, terlebih bagian kisah anak perempuan yang dituliskan oleh seorang ayah. Pesannya sungguh dalam. One of my favourite quote below.
"Kau adalah gadis yang cemerlang. Jangan biarkan tekanan sosial, kata orang, dan pandangan umum masyarakat mengalahkan keteguhan hatimu, mengerdilkan peranmu. Juga, jangan takut untuk menjadi seseorang yang lebih, yang kata orang-orang nanti tidak ada laki-laki yang mau denganmu. Jangan dengarkan itu, dengarkan bahwa itu tidak ada hubungannya sama sekali. Kau adalah gadis yang cerdas. Kamu mampu membuat rumusan hidupmu sendiri, mampu menyesuaikan dirimu dengan keadaan, mampu mengubah keadaan di sekitarmu." - hlm. 54
Buku ini berisi kumpulan cerita seperti buku-buku masgun sebelumnya, yang kentara membedakan, ada cerita bersambung dalam setiap chapter arah musim yang cukup menarik kisahnya. Mungkin bisa dibilang mini serial novel dengan plot twist tak terduga. Suatu saat musim akan berganti, jangan sampai terlambat menyadari dan menyesal di kemudian hari.
"Hal-hal berharga dalam hidup kita memang tidak pernah diukur dengan cara matematis. Hidup kita jauh lebih berharga dari hitungan-hitungan untung dan rugi. Ada yang jauh lebih bernilai dan berharga, yaitu keberkahan." - hlm. 123

"Apa yang kamu lihat dengan apa yang orang lain lihat mungkin berbeda. Apalagi jika kamu hanya melihat dan belum pernah mengalami." - hlm. 132
Sebagai penutup, berikut kutipan pamungkas yang dicari di awal. Haha. Beberapa tulisan kadang menyisakan pertanyaan menggantung, yang entahlah, aku pun kadang belum punya jawaban sedemikian rupa. Salah satu contohnya, 'kalau ada yang memperjuangkan, beranikah untuk ikut berjuang?' Seorang teman mengingatkan untuk memupuk jiwa realistis. Yeah, hopefully.
"Coba ingat-ingat lagi sebenarnya apa yang kita perjuangkan, apakah kamu hanya memperjuangkan seseorang untuk menjadi pendampingmu atau memperjuangkan ibadahmu. Jika memang untuk ibadahmu, sebenarnya, dengan siapa pun kamu bisa melakukannya, tidak harus denganku. Semoga kita bisa ikhlas menerimanya." - hlm. 143-144