CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Selasa, 11 April 2017

another perspective

"Ingat, selalu ada hal-hal bahagia yang bisa kita rengkuh. Sekecil apapun, tumbuhkan. Kumpulkan remah-remah bahagia itu. Sampai sakumu penuh. Dipenuhi syukur.
Beri ruang pada hati yang sedang biru untuk memahami bahwa setelah kesulitan, pasti ada kemudahan.
Semua akan terlewati dengan baik-baik saja. Jangan khawatir." - ajinurafifah
Hari kesekian dua minggu lalu di Kendari tergelitik tulisan Selalu Ada Bahagia yang Bisa Disyukuri karya mbak Apik. Betapa punya sahabat yang rela jauh-jauh hujan-hujanan mendatangi, pun bersedia direpotkan ini itu patut disyukuri. Betapa punya teman yang selelah-lelahnya tetap menyempatkan menyebrang untuk berkunjung patut disyukuri. Betapa punya teman-teman baru kenal yang bersedia menemani makan ataupun jalan-jalan patut disyukuri. Sungguh, selalu ada bahagia yang bisa disyukuri.

Hari pertama yang melelahkan pun hari-hari berikutnya, tumpukan surat cinta penggantian sampel, hingga menunda rencana pulang bulan lalu. Mungkin ini yang namanya bahagia yang satu digantikan bahagia yang lain. Tetap ada kepingan-kepingan bahagia yang bisa kamu pungut, seruwet apapun kehidupanmu. Pernah dengar istilah bahagia itu pilihan? Maka pilihlah untuk bahagia. Selamat tinggal frasa bahagia yang tertinggal di masa lalu. Di masa sekarang, pun di masa yang akan datang mungkin kamu bisa bahagia. Apalagi kalau sudah menemukan jawab ya, jawaban atas doa-doa yang kamu gantungkan di langit. Kemudian vanish into thin air *abaikan.

Satu hal lagi yang ingin saya bagi. Fyi, jalanan ibukota sedang tidak sehat. Betapa menyedihkan lembar presensi saya minggu lalu, hingga puncaknya Jumat lalu perjalanan pulang mencapai tiga jam. Gils. Kalau di rumah mungkin sudah bisa tengok ponakan baru. Ah, ada perasaan ingin rehat dari ibukota ini dan kembali setelah pembangunan selesai saja. Tapi ya, setelah mendengar sudut pandang lain kenapa pembangunan serentak di berbagai titik ibukota ini perlu digalakan, membuat saya cukup lapang hampir satu jam berdiri dalam bis menunggu bisa menyebrang menuju Matraman hari berikutnya.

Penebalan jalan, pembangunan jembatan double-double track, pembangunan LRT, flyover dan proyek lainnya membuat macet parah di berbagai titik. Pengguna jalan (termasuk saya) tentu lelah dan banyak mengeluh. Ingin mengubah rute, tapi di ruas jalan lain pun belum tentu bebas macet. Di tengah keriuhan politiknya, pembangunan ini memang harus dimulai, proyek-proyek yang tidak disukai banyak orang ini pun harus tetap berjalan demi perbaikan. Kita sebagai pengguna jalan harus ekstra sabar dan harus banyak-banyak melapangkan dada. Semoga kedepannya sarana dan prasarana transportasi ibukota semakin baik.

Minggu, 02 April 2017

Letters to Karel

Judul: Letters to Karel
Penulis: Nasrul Anwar
Penerbit: - (self publishing)
Terbit: 2014
Tebal: 220 halaman

Jika kamu membaca surat-surat ini kelak, entah di bilangan berapa usiamu menginjak, surat ini hanyalah salah satu cara abi untuk mengenalkan ummi kamu, Karel. Bukan karena ummi perempuan terbaik, masih banyak jutaan perempuan di luar sana yang jauh lebih baik daripada ummi. Tapi agar kamu bisa selalu berbakti kepadanya, Sayang. Walaupun tidak bisa secara langsung, setidaknya dengan meneladani kebaikan-kebaikannya, dengan berusaha sebisa mungkin untuk menjadi anak yang baik lagi sholeh. Karena tak ada cara terbaik untuk membalas kebaikan orangtua, selain dengan menjadi anak yang sholeh/ah. Karena anak yang soleh/ah akan selalu menjadi investasi orangtua sampai di akhirat nanti.
***
Kisah nyata perjuangan seorang ibu yang melahirkan anaknya hingga meregang nyawa, perjuangan seorang ayah yang membesarkan bayinya tanpa seorang ibu dan betapa indahnya rencana Tuhan di balik itu.

Sudah cukup lama buku titipan ini berada di rak buku saya. Tertarik membacanya simply karena terlanjur suka dengan buku kedua penulis yang terlebih dulu saya baca (review menyusul :D). Buku ini berisi kumpulan surat inspiratif seorang ayah untuk anaknya. Perlu waktu yang cukup lama bagi saya untuk menyelesaikan buku ini, sebab lembar demi lembarnya perlu diresapi dan direnungkan. Buku ini pun menemani perjalanan saya ke Kendari minggu lalu. Tak disangka saya bisa langsung mengantarkan buku ini ke pemiliknya.

Ketika membaca buku kedua saya sempat bertanya-tanya, apakah istrinya sudah meninggal? Dan pertanyaan itu pun terjawab selepas membaca buku ini. Sangat sulit sekedar tidak berkaca-kaca membaca buku ini. Betapa tidak mudah perjuangan seorang ayah yang membesarkan bayinya seorang diri. Mungkin benar kata Salim A. Fillah: sebelum menikah, grafik hidup kita analog dengan amplitudo kecil. setelah menikah, ia digital variatif. Sebelum menikah, sumber utama kegamangan mungkin mengenai masa depan atau memilih pasangan hidup. Setelah menikah, mungkin akan jauh lebih variatif lagi. Entahlah. Sebelum racauan ini makin menjurus, saya bagikan quotes saja di sini.
"Mau tidak mau, cepat atau lambat, orang di sekitar kita akan pergi, berganti dengan orang yang baru. Atau diri kita sendiri yang harus pergi, hidup di tempat dan suasana baru. Jangan khawatir Sholeh, karena hidup bukanlah tentang bersama siapa kita menjalaninya, tapi bagaimana kita menjalaninya. Siapapun orang yang membersamai kita, jika kita berusaha untuk menjalaninya dengan baik, maka hidup kita juga akan berjalan baik, Sayang. Hidup kita harus dan akan terus berjalan; bersama siapapun, di tempat manapun, tapi tidak sampai kapanpun." - hlm. 40-41
"Di dunia ini, masih banyak orang yang lebih susah daripada kita, Sayang. Masih banyak orang yang memiliki ujian yang berkali-kali lipat besarnya daripada ujian yang kita punya. Jadi jangan pernah merasa sebagai orang paling susah sedunia, merasa kurang beruntung, sedih, mengeluh, dan sebagainya yang berlebihan. Karena sekali lagi, di luar sana, masih banyak orang yang lebih layak untuk bersedih daripada kita, tapi mereka masih bisa merasa bahagia. Masih banyak orang yang lebih layak mengeluh daripada kita, tapi mereka masih tetap bersyukur. Masih banyak orang yang lebih layak berputus asa daripada kita, tapi mereka masih tetap berjuang. Masih banyak orang yang lebih susah daripada kita, tapi mereka masih tetap bersabar." - hlm. 125
"Selalu ada kemudahan untuk orang-orang yang bersungguh-sungguh, Sayang. Dalam hal apapun itu. Masalahnya terkadang kita harus diuji dulu, untuk mengetahui seberapa sungguh-sungguh kita menginginkan sesuatu dan mengusahakannya. Banyak orang yang gagal dalam ujian kesungguhan. Belum selesai, tapi terburu-buru menginginkan kemudahan. Padahal bisa jadi kita memang belum sampai pada puncak kesungguhan kita. Padahal bisa jadi, kita memang belum layak mendapatkan hadiah kemudahan itu. Saat suatu hari nanti hidup kamu terasa sulit, artinya pada saat itu kamu harus meningkatkan kesungguhan kamu. Karena kesungguhan adalah jembatan penyebrangan, dari kesulitan menuju kemudahan." - hlm. 174
"Dalam hidup ini sebenarnya kita hanya akan menghadapi dua hal, Karel; apa yang bisa kita kendalikan dan apa yang tidak bisa kita kendalikan. Apa yang bisa kita kendalikan harus kita ikhtiarkan semaksimal mungkin, dan apa yang tidak; harus kita terima dengan selapang mungkin. Usaha kita, perjuangan kita, pengorbanan kita adalah apa yang bisa kita kendalikan. Sedangkan hasilnya tidak bisa kita kendalikan, Allah yang lebih berhak menentukan, Allah yang lebih tahu mana yang terbaik bagi kita." - hlm. 185

Kamis, 16 Maret 2017

Cinta yang Baru

Judul: Cinta yang Baru
Penulis: Ahimsa Azaleav
Penerbit: Lampudjalan
Terbit: 2017
Tebal: 148 halaman

Di luar sana, banyak kisah cinta tentang penantian berujung pertemuan. Tentang kisah memendam cinta yang terungkap dengan kata saling. Tentang janji yang ditepati. Lalu terjadilah perayaannya. Tapi tidak tentang kita. Kisah penantian kita masing-masing yang dulu kita impikan nyatanya tak sempat menjadi cerita. Aku dengan kisah pilu patah hatiku ditinggalkan. Kamu dengan kisah magis merelakan cinta yang harus kautinggalkan. Kamu dan aku adalah dua orang yang sama-sama tak bisa merengkuh cinta yang kita nanti. Tapi kamu dan aku adalah dua hati yang sama-sama kuat untuk mau kembali berdiri lalu saling mencari. Karena barangkali apa yang dulu kita nanti bukanlah apa yang sejatinya ditulis takdir.

Kamu dan aku (yang saat itu belum menjadi kita) terus mencari tanpa pernah tahu bagaimana akan menemukan. Kamu dan aku terus berharap tanpa punya apa-apa selain doa. Kadang kamu merasa menemukan apa yang kaucari. Kadang aku merasa ditemukan apa yang kunanti. Tapi tak pernah ada kata saling. Lalu entah sinyal apa yang memancar, kamu dan aku justru dipertemukan saat kita berhenti mencari.

***

Buku ini menjadi teman perjalanan saya ke Bandung yang ke sekian. Karena promosi salah satu foto di akun insta penerbit, tetiba tertarik menculik buku ini dari parcel seorang teman. Membaca lembar-lembar pertama bab buku ini membuat saya membatin bahwa bacaan saya mulai 'tidak sehat'. Pfft. Namun, terbilang jauh lebih normal dibanding bekal bacaan saya di Wonosobo dulu :v

Kesan pertama setelah menamatkan buku ini, kagum bahwa penulis berani menceritakan kehidupannya. Membaca buku ini seolah membaca diary penulis. Begitu jujur. Entah kapan saya bisa menulis tanpa sandi di sana-sini :p
"Betapa aku sadar aku hanya perempuan biasa, yang barangkali 70% dari diriku dikuasai oleh darah melankolis dan sisanya adalah absurditas, banyak mau, kekonyolan, dan entah apa lagi yang mampu membuatku penasaran dan memikirkan banyak hal." - hlm. 10
Sungguh ada momen ketika otak saya memberi sinyal untuk berhenti membaca, But, my heart trying so hard to compromise. Tidak ada salahnya membaca true story kan ya? Dulu, Abah selalu protes ketika anaknya suka membaca kisah khayalan orang lain, lalu selalu mengakhirinya dengan arahan untuk menulis cerita sendiri. Sepuluh tahun berlalu, anaknya masih suka membaca, tapi insya Allah anaknya ini bisa menyaring apa-apa yang memang baik dan patut dipertahankan. Semoga kebaikan senantiasa menyertai Abah. Semoga Allah selalu menjaga Abah. I (always) wanna go home and meet you in a good shape. Semandiri apapun sekarang, tetap rindu akan ceramah Abah. I'm not fully ready if there is someone wanna take your responsibility as his.
"Perasaan hampir menyerah itu wajar, tapi jangan pernah sekalipun benar-benar menyerah. Karena yang kita kejar adalah kebahagiaan sejati, maka perjuangan yang kita lakukan pun adalah perjuangan sejati." - hlm. 31-32
Satu hal lagi yang saya soroti dari buku ini, tentang passion. Perjuangan di jalan passion memang tidak mudah. Apalagi untuk seorang perempuan yang memiliki passion tidak biasa, yang sulit dicerna. Maju satu langkah, mundur dua langkah. Mari kita nikmati saja prosesnya, toh usaha tidak akan mengkhianati hasil. Semangat berjuang, wahai Pejuang Passion!

Luruskan niat, Percayalah bahwa Allah penulis skenario terbaik. Siapkan bekal. Segera boleh, tapi jangan tergesa-gesa, sekalipun ada proses yang menawarkan kebahagiaan. Tawaran yang cukup menggiurkan bagi perempuan yang katanya bahagianya tertinggal di masa lalu. Namun, tetap saja perlu dipertimbangkan dengan matang.

Kamis, 09 Maret 2017

catching a running train

sebelum memulai cerita, izinkan saya berterima kasih. karena bentuk terima kasih terbaik adalah doa, saya doakan semua orang yang telah membantu saya dan teman saya mengejar kereta pukul 19:25 Bandung-Jakarta ini, semoga dimudahkan segala urusannya, semoga dilimpahkan rezekinya dari tempat yang tidak disangka-sangka, dan semoga Allah membalas kebaikan kalian semua. aamiin. nuhun aa-aa. thank you so much.

pernah mengejar kereta yang sudah berjalan di depan mata?

sejujurnya saya hampir menyerah, mengikhlaskan hangusnya tiket kereta yang sudah berjalan ini. namun, ada beberapa petugas yang berbaik hati membantu menggedor-gedor pintu kereta, bahkan rela membantu menggangkutkan koper saya. saya pun ikut berlari, melompat ke arah pintu kereta.

fyi, sangat tidak direkomendasikan mengejar kereta yang sudah berjalan. sangat memacu adrenalin (re: histeria pun kalah) hingga menyumbat daya pikir dan memungkinkan lebam-lebam akibat terhantam badan kereta bagi pemula.

semua berawal dari (terpaksa) memajukan jadwal kembali karena 'amanah' yang harus diselesaikan. I really hate caught in the middle. entah siapa yang menjanjikan. bisa dihitung jari berapa kali masuk kelas pelatihan, sisanya menyepi di kamar, hingga laptop mengalami bluescreen dan belum ditemukan penyebabnya.

semakin hari di Bandung, I'm not in a good shape. di saat orang-orang sehabis pelatihan bisa shopping atau menonton film, saya cukup pasrah memelototi layar laptop. thanks to this awesome bluescreen, I can slightly take a break from pressure *dalam hati tetep nangis laptop tak kunjung sembuh, ga cocok emang si L dipakai buat kerja keras.

sabar. sabar. sabar. everything shall pass. semoga dirimu dikuatkan. amanah tidak pernah salah memilih pundak kan? namanya juga kerja :'

hari terakhir pelatihan (re: hari ini) pun dipenuhi banyak drama. pagi kasak-kusuk beli tiket, keluar masuk kelas, sore packing, dan penutupan yang sangat lama. teman saya sudah mulai was-was magrib belum selesai juga. saat itu saya masih tenang karena me-nik-ma-ti topik yang dibahas. saya suka kelas malam, sisanya I don't really know, apalagi kelas yang tidak saya ikuti ya.

18:25 makan malam 18:35 balik ke kamar, beres-beres, magriban, 18:45 mencari angkutan online tapi tak jumpa, 18:50 ke resepsionis minta carikan taksi, betapa beruntungnya kami, hari ini hari pertama taksi demo. so, kami berjuang mencari angkutan online lain, menunggu sekitar sepuluh menit. 19:01 masuk angkutan online, berskenario dengan pengemudinya karena demo, jalanan sepi taksi tak beroperasi, angkot pun. hujan deras. pengemudi mencoba jalur alternatif karena kami bilang kami mengejar kereta 19:25, sayang harus putar arah karena banjir. mulai was-was 19:17 masih belum sampai. 19:20 masih belum sampai. pengemudi meyakinkan bahwa ada kemungkinan keberangkatan ditunda. thanks 19:24 tiba di stasiun. namun, tiket sudah tidak bisa dicetak saudara-saudara.

mendengar bunyi peluit kereta kami pun berlari ke pintu keberangkatan. forget about checking identity card. sekuriti langsung otomatis membolehkan kami masuk, detik berikutnya di belakang mereka teriak sudah tidak bisa melihat kereta yang sudah berjalan. namun, petugas di sekitar kereta bertindak sebaliknya. terima kasih. masih banyak orang baik di muka bumi ini. kamu jangan berhenti menjadi orang baik ya, jangan lelah menjadi orang baik, sekeras apapun dunia yang kamu jalani.

n.b: ditulis saat masih di dalam perjalanan menuju Jakarta

Senin, 20 Februari 2017

Teman Imaji

Judul: Teman Imaji
Penulis: Mutia Prawitasari
Penerbit: CV iDS
Terbit: 2015
Tebal: xii + 388 halaman

Akhir Januari lalu ikut pre-order buku self publishing ini atas rekomendasi seorang teman yang cukup saya percaya selera bacaannya. Sudah lebih seminggu lalu buku ini mendarat di kosan, baru sempat menuntaskannya kemarin (15/02). Seharian ini hujan, sehingga tertarik menuntaskan review buku ini.
"Kejujuran itu milik kita yang paling berharga." - hlm. 70
Buku ini berkisah tentang anak kota hujan--Kica. Orang-yang-menulis. Unik. Sebagian karakternya bisa saya terima, sebagian lagi tidak habis pikir. Aneh. Namun, kalau dipikir-pikir lagi kita semua memang aneh atau bisa dibilang punya keanehan tertentu bukan? Keanehan itulah yang kemudian membuat kita menemukan teman dengan satu frekuensi aneh yang serupa.

Banyu. Mantan anak kota hujan. Sosok to good to be true bagi Kica. Seseorang yang bisa memahami apa yang tidak ia katakan dengan baik. Seseorang yang bisa mengatakan dengan baik apa yang tidak ia pahami. Seseorang yang bahkan bisa memahami apa yang tidak ia katakan. Seorang teman yang amat mengerti dirinya yang aneh. Pesan satu kayak Banyu boleh?
"There is no such to good to be true Kica. If  he's too good to be true, you can always do something to be as good as he is." - hlm. 104
Ah, Adit. Sosok yang berpotensi charming, tapi sayang langsung luntur di bab-bab menuju akhir. Kasian loh. Jadi dia begitu saja? Pesan moralnya, sebaik apa pun kita terlihat di mata orang lain, tetap diri kita sendirilah yang paling tahu bagaimana sejatinya kita. 

Bukunya sangat fiksi menurut saya, meminjam istilah Kica--to good to be true. Namun, patut diakui sarat makna. Banyak pesan moral yang diselipkan penulis, yang cukup bisa diterima, yang sayang untuk dilewatkan. Well, setiap karya akan menemukan penikmatnya. Saran ukuran hurufnya mungkin bisa sedikit diperbesar dan pakai font-family Serif agar menambah kenikmatan pembaca hard copies Mbak Uti. Hehe.
"Karena Tuhan menyiapkan yang membuka hati, Kak, bukan membuka hati yang siap." - hlm. 289
"Menemukan jodoh itu rumit Kirana... Seagama belum tentu seiman. Seiman belum tentu setujuan. Setujuan belum tentu sejalan. Sejalan belum tentu sekufu." - hlm. 315
"Kita tidak memilih. Kita tidak dipilih. Tapi kita dipilihkan. Oleh Allah. Maha Pembolak-balik dan Penjaga Hati yang sesungguhnya. Tapi... kita bisa memilih. Untuk jujur atau tidak. Dengan hati kita..." - hlm. 364
Bagian yang paling menggelitik bagi yang terserang salah satu sindrom quarter-life crisis. Entahlah. Kita memang tidak pernah benar-benar tahu hingga kita sendiri menjalaninya. I don't wish, I pray.

Lautan kering menyisakan genangan. Hujan kering menyisakan kenangan. Semoga setiap hujan yang turun senantiasa memberi manfaat bagi kita.

Salam dari pecinta udara basah setelah hujan.

Minggu, 19 Februari 2017

Car free yay!

Setiap orang punya cara farewell masing-masing. Kami mengadakannya dengan cara yang tidak biasa (re: CFD). Absurd, tapi saya pernah diajak ala-ala farewell yang lebih absurd (re: menikmati malam di Monas). Hell-o. Apa coba yang dinikmati? Tentu saja saya tolak dari dering pertama, apalagi berpotensi dijadikan obat nyamuk :p

Seminggu yang lalu (12/02), akhirnya jadi juga CFD, setelah seminggu yang lalunya lagi gagal. Pagi hari itu awalnya mendung, tidak hujan. Berhubung minggu lalunya gagal dan tidak memungkinkan minggu depannya lagi, karena mereka sudah memasuki waktu penempatan, dijadikanlah agenda yang satu ini.

Setelah berbagai insiden di pagi hari, kami berangkat. Sampai Kampung Melayu, pouring rain. Sangat deras. Bis tujuan tak kunjung tampak. Kamipun beralih rute, sambil menunggu hujan reda. Jika dihitung, ada lima kali kami berganti bis. Beruntung sampai Sarinah hujan mereda.

Tidak seorang pun diantara kami yang belum pernah ke CFD. Namun, tetap saja tersihir berbagai pernak-pernik di bibir Jalan Sudirman. Sudah jauh-jauh bertualang, kami pun mengumpulkan niat jogging. Sampai HI, hujan turun lagi. Orang-orang berteduh, termasuk kami. Hujan waktu itu terlihat awet, sehingga kami memutuskan mencari sarapan saja. Forget about jogging :p

Beruntung ada satu diantara kami yang sedia payung, walau satu payung tidak pernah cukup untuk membuat lima orang sekaligus tidak basah. Payungnya cukup melindungi kepala, sisanya tidak. Dua orang diantara kami pun memutuskan bermain hujan, toh hujan tidak akan melukaimu, hanya dingin di kulit, hangat di hati :v

Setelah sarapan, hujan mereda. Tidak terbesit niatan jogging lagi setelah perut terisi. Bukannya membakar, malah menimbun lemak. Maaf bagi yang gagal diet. Jangan jera ikut acara absurd kami lagi ya. Sampai jumpa di waktu yang masih dirahasiakan oleh-Nya :)


Selasa, 24 Januari 2017

Seribu Wajah Ayah

Judul: Seribu Wajah Ayah
Penulis: Azhar Nurun Ala
Penerbit: Azharologia
Terbit: 2014
Tebal: 158 halaman

"Karena cintanya adalah pancaran cahaya--tak 'kan berhenti hanya karena kau menutup jendela."

Sudah cukup lama mengenal karya penulis yang satu ini, sebelumnya melalui Ja(t)uh dan Tuhan Maha Romantis. Ketika melihat buku ini di tumpukan temen tetiba ingin membacanya, dan setelah menelusuri lagi ada dua judul buku barunya yang belum ku baca. Cover TMR berubah jadi kiwi, jadi pengen punya, terlebih Konspirasi Semesta :3

Buku ini menemani perjalanan pelatihan minggu kedua Januari lalu, sepanjang rel kereta dari-menuju Bandung. Buku ini terbilang padat dan berat. Sepertinya banyak yang ingin disampaikan penulis, tapi bagi pembaca macam saya yang tidak begitu sastra, belum tersampaikan dengan halus. Perlu sedikit berkerut-kerut terlebih dahulu.
"..., tapi memang itulah manusia: tak selalu yang kita yakini berani kita jalani." - hlm. 20
Bagian paling menyentuh ketika tokoh menulis puisi untuk ibu. Bagaimana mungkin seorang tokoh yang hanya dibesarkan oleh ayahnya menulis puisi untuk ibu? Kamu harus membaca sendiri rangkaian ceritanya hingga puisi di halaman 94. Bohong kalau tidak berkaca-kaca atau meneteskan air mata membaca cerita novel ini bagi orang yang level sensitifnya di atas rata-rata, dan bagian saya jatuh di #MomenBarengAyah. 

Pesan moral yang paling berkesan, ketika berkarier jangan lupa bahwa orang tua kita juga bertambah tua. Terkadang ada orang tua yang tidak ingin diketahui anaknya bahwa beliau sedang sakit. Terkadang ada orang tua yang mengurungkan niat menelpon karena khawatir anaknya sedang sibuk. Inisiatiflah sebagai anak, bertanya kabar beliau terlebih dahulu, menelpon terlebih dahulu, sebelum semuanya terlambat.

Pesan lain yang saya peroleh di luar buku, tapi masih berhubungan. Cari tahulah kehendak orang tua, cari tahu apa harapan beliau, apa keinginan beliau terhadap anaknya. Bertanyalah. Terkadang apa yang orang tua ucapkan belum semuanya mewakili apa keinginan beliau. Bagi kalian yang masih tinggal dengan orang tua bisa menelusurinya lewat gestur beliau, mendengarkan cerita beliau ke orang lain, dsb. Bagi yang jarak jauh dengan orang tuanya, bersikaplah lebih sensitif, pertajam pendengaran kalian melalui telpon. Setelah mengetahui keinganan beliau, kembalikan lagi ke diri kalian, apakah bersedia mengikuti keinginan beliau atau berkompromi atau bersikap egois. Semua itu pilihan, diri kitalah yang akan menjalani, tapi menurut hemat saya, apa-apa keinginan orang tua tetap perlu kita pertimbangkan dalam pengambilan keputusan.
"Apa yang kita lihat tak selalu seperti apa yang sebenarnya." - hlm. 21