CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Minggu, 18 November 2018

What I Wish I Had Known

Judul: What I Wish I Had Known (And Other Lessons You Learned in Your 20s)
Penulis: Marcella Purnama
Illustrator: Nabila Adani
Penerbit: 2017
Terbit: POP (Imprint KPG)
Tebal: 208 halaman

I’ve lived my whole life following people and taking their choices as mine. I will dream a new dream, a dream that’s totally my own, and I will work hard to get it.

Ever since her acceptance letter to study abroad arrived at her inbox, nothing in Marcella Purnama’s life has gone according to plan. Instead of choosing Science, like her two older sisters did before her, she steered path to study Arts—a degree so alien to both her families and friends. But as she traveled thousands miles away, struggled with English, had her first byline and went back home to apply for her first job, Marcella realized that plans are meant to be changed. Full of relatable tales of horrific group work, falling in love, first job interview and quarter-life crisis, this illuminating account follows how a young adult grapples with life’s small and big questions, and the lessons learned along the way.
***

Sudah cukup lama menaksir buku ini karena covernya yang cute. Yet, I'm not buying, (lagi-lagi) hasil pinjaman. Wkwk. Belum pernah membaca blog penulis. Belakangan buku ini menjadi teman di perjalanan pulang kantor yang dirasa panjang. Sebulan lebih baru selesai membacanya disela-sela bacaan yang lain.

Nonfiction. Written in English. Diksi yang digunakan tidak begitu sulit, you will rarely using a dictionary. First impression membaca beberapa bab awal biasa saja sehingga tidak tergesa menyelesaikan buku ini. Entah kenapa, mungkin karena sudah memasuki half 20s, sudah mengecap sebagian, dan sudah menjalani dengan cara sendiri.
"Grades are still important, but they are not the most important things. As cliched as it is, the things you learn outside class is more important than the textbooks you blindly memorize in time for exams." - page 43
Simply, author shared her experiences, about study abroad, friendship, work life, and so on. We are slightly on the same page. Each of us has own value. Pastikan value dirimu tidak mudah tergerus, tidak mudah terpengaruh. Cukup ambil yang baik-baik, sisanya gunakan untuk memperluas sudut pandang.

Beruntunglah yang memiliki kesempatan untuk memilih, work from home misalnya. Dambaan pejuang traffic ibukota. Haha. Besok senin, mau mencoba berangkat dari kota hujan. Wish me luck :p

Jumat, 16 November 2018

STAFair 2018


Yesterday (15/11) I went to Science Technology & Art Fair. Simply, because I wanna feel augmented reality and this place was near my office. Haha. Meskipun bukan bidang saya, menarik melihat hasil riset karya anak bangsa, terlebih yang dikemas dengan apik. Belajar teknologi menjadi menyenangkan.

Satu penelitian sudah diterapkan di Karimun Jawa, beberapa penelitian masih prototype. Salah satu yang menarik minat saya potensi konversi energi angin laut. Silakan berkunjung ke https://stafair.ristekdikti.go.id/ untuk informasi lebih lengkap. 

Barangkali ada yang berminat mampir ke virtual akuarium gratis, tinggal dua hari lagi. Merasakan sensasi berenang bersama hiu dari dekat :p


Pastikan mendownload aplikasinya terlebih dahulu untuk menyaksikan seperti gambar di atas. Ada octopus juga, tapi karena terlalu hiperaktif jadi tidak terekam dalam gambar. 3D dan bergerak, apalagi ketika layar disentuh :p

Kamis, 08 November 2018

Buku Latihan Tidur

Judul: Buku Latihan Tidur
Penulis: Joko Pinurbo
Penerbit: Gramedia
Terbit: 2017
Tebal: 68 halaman

Bahasa Indonesiaku yang gundah membawaku ke sebuah paragraf yang menguarkan bau tubuhmu. Malam merangkai kita menjadi kalimat majemuk bertingkat yang hangat di mana kau induk kalimat dan aku anak kalimat. Ketika induk kalimat bilang pulang, anak kalimat paham bahwa pulang adalah masuk ke dalam palung. Ruang penuh raung. Segala kenang tertidur di dalam kening. Ketika akhirnya matamu mati, kita sudah menjadi kalimat tunggal yang ingin tetap tinggal dan berharap tak ada yang bakal tanggal.
***

Buku kumpulan puisi Jokpin yang pertama kali saya baca. Tertarik membaca semula karena buku ini bertengger di halaman buku-buku nominator dan peraih penghargaan sastra, promo bulan bahasa gramedia bulan lalu. Hampir memasukkan dalam keranjang, batal berhubung salah seorang teman sudah punya. Haha.

Buku yang terbilang tipis ini berisi humor dan satire, disisipi sedikit ilustrasi. Permainan kata-kata dalam bahasa Indonesia yang sederhana. Kadang tidak baku, kadang terselip bahasa Jawa yang tidak berhasil dicari dalam kamus.  
"bahwa orang lebih takut kepada hantu, ketimbang kepada tuhan
bahwa lidah memang pandai berdalih
bahwa amin yang terbuat dari iman, menjadikan kau merasa aman" - hlm. 3
Kadang hanya butuh sekejap menuntaskan satu sajak, kadang butuh jeda lebih. Kadang membuat terpingkal, sajak "Langkah-langkah Menulis Puisi" misalnya. Kadang membuat terenyak dan meninggalkan aftertaste.
"Pesan Ibu: Yang kauperlukan hanya tidur yang cukup, pikiran yang jernih, dan hati yang pasrah." - hlm. 7
"Pada suatu pulang ada hati ibu yang tak pernah pergi." - hlm. 9
Kadang begitu relatable, seperti sajak "Kemacetan Tercinta" dan "Punggungmu". Analogi ibu kota Jakarta adalah punggung yang sabar menanggung beban kerjamu, bangun pagimu, pulang malammu, perjalanan macetmu. Duh.
"Kemacetan ini terbentang antara hati yang kusut dan pikiran yang ruwet. Kamu dan negara sama-sama mumet." - hlm. 25
Kadang begitu frontal menyindir, tengoklah "Sajak Balsem untuk Gus Mus". Kadang menggelitik sejuk seperti sajak "Pemeluk Agama". Membaca kumpulan puisi ini membuat kaya akan rasa bagi yang cukup peka. Silakan dipertimbangkan.

Sabtu, 03 November 2018

gratitude

bukan hal besar mengulang hari
setiap bertambah bilangan tahun
membuat perayaan bukan budaya
hadiah terbaik cukup teriring doa

hal yang pantas dilakukan
berterima kasih kepada kedua orang tua
dan senantiasa berusaha memperbaiki diri
setiap kesempatan menghirup udara pagi

Minggu, 28 Oktober 2018

Journey to the East (part three)

Ini bukan cerita lanjutan Journey to the East (part one). Jangan ditanya part two-nya mana karena belum tentu ditulis haha. Kali ini mirip seperti part one, ya, tentu saja dadakan. Selasa pagi (23/10) dapat tawaran, but actually I'm not really interested. Pasrah. Yet, I'm willing to 'menjalankan perintah atasan' part :p Hingga sorenya datanglah keputusan boleh berangkat, tapi mesti minggu itu.

It's hard tho. Direct ticket high fare, hotels recommended fully booked. Hampir menyerah dan tukar tempat, tapi tidak berhasil. Rabu pun tetap masuk sambil menunggu kepastian. Diberi pilihan berangkat atau tidak sama sekali; karena minggu depan dan minggu depannya lagi jadwal memadat. There is something I have to do.

Rabu malam (24/10) pun saya nekat berangkat. I don't like my last long night flight. Kzl. I must eat heavy meal in the middle of the night and sahur time. Can you just pick any simple meal, drop it on my table and let me sleep? Argh. I barely slept (with weird dream, twice).

Besok paginya (25/10) landed dan dapat kabar Jumat kantor sana libur peringatan HUT GKI. Sooo, I must immediately work. Sungguh, bukannya jetlag, cuma ingin rehat dan bebersih sebelumnya. Namun, harus rela ditunda.

Sudah mempersiapkan diri kalau memang tidak dijemput kala itu, terlebih pemberitahuannya mendadak dan sepertinya tidak official. Bukan masalah bagi saya, mungkin hanya tidak lazim mengingat budaya jemput-menjemput tamu di negeri ini. Saya pun terbiasa naik angkutan umum, tapi lagi-lagi ternyata tidak lazim di kota yang saya kunjungi.

Saya lebih memilih naik bus bersama banyak orang dibanding naik taksi sendirian. Teman berkomentar memang tahu jalan? Just give me a little briefing, I not too bad in terms of direction. I wonder to be solo traveler. Terlalu nyaman dengan diri sendiri. Terlebih masih di negeri sendiri ini.

Di tengah perjalanan dapat kabar teman baik juga menuju kota yang sama. Felt relieved. Setiap perjalanan, saya seringnya tidak mengontak banyak teman di sana. Bukannya anti sosial, karena seringnya mendadak, terbatas yang sempat dikontak. Bertemu teman lain adalah bonus, terlebih sempat mendengar cerita mereka.


Terima kasih telah membuat perjalanan lebih berkesan. Maybe I will update this posting with proper story. Anyway, selamat hari sumpah pemuda!

Selasa, 16 Oktober 2018

Melihat Api Bekerja

Judul: Melihat Api Bekerja
Penulis: M. Aan Mansyur
Penerbit: Gramedia
Terbit: 2015
Tebal: 155 halaman

Aku benci berada di antara orang-orang yang bahagia. Mereka bicara tentang segala sesuatu, tapi kata-kata mereka tidak mengatakan apa-apa. Mereka tertawa dan menipu diri sendiri menganggap hidup mereka baik-baik saja. Mereka berpesta dan membunuh anak kecil dalam diri mereka.

Aku senang berada di antara orang-orang yang patah hati. Mereka tidak banyak bicara, jujur, dan berbahaya. Mereka tahu apa yang mereka cari. Mereka tahu dari diri mereka ada yang telah dicuri.
—Menikmati Akhir Pekan

“Aan adalah salah seorang dari dua atau tiga penyair kita yang berhasil memaksa kita dengan cermat mendengarkan demi penghayatan atas keindahan dongengnya.“ - Sapardi Djoko Damono
***

Buku puisi @hurufkecil yang saya baca setelah "Tidak Ada New York Hari Ini". Buku pinjaman yang sudah lama mengendap di tumpukan buku. Sudah lama selesai membaca kumpulan puisi ini, kebanyakan dengan kening berkerut. Namun, setelah mengulik beberapa lembar, agaknya ingin mengadopsi buku ini ke dalam rak buku pribadi. Terkadang ketika membaca ulang puisi yang sama dapat membuncah perasaan yang berbeda.
"Puisi adalah pasangan bercinta yang kasar—kadang seperti perkelahian yang menggairahkan. Ada kalanya puisi seperti cinta. Tidak tahu di mana harus berhenti." - hlm. 50-51
Buku puisi yang bercerita dengan pertautan diksi yang tidak biasa, dilengkapi ilustrasi yang barangkali eksentrik. Terkadang judul puisinya saja menggelitik seperti satu baris sajak, misal "Sejam Sebelum Matahari Tidak Jadi Tenggelam" dan "Sajak buat Seorang yang Tak Punya Waktu Membaca Sajak".
"Jika kau ingin mengucapkan selamat tinggal, lakukan seperti matahari tenggelam," kataku kepada diri sendiri.
Sampai ketemu besok pagi. Lagi." - hlm. 118
"Aku memilih tinggal di kota dan itu adalah hukuman. Jangan pernah mengunjungiku, agar aku bisa tiba-tiba merindukanmu di antara hal-hal yang teratur." - hlm. 137
"Barangkali lebih baik dia tidak tahu apa-apa tentang aku.
Aku ingin diam-diam mencintainya seperti benda kecil yang sengaja menjatuhkan diri dan berharap tidak pernah ditemukan." - hlm. 139
Tak apa jika kamu terpana dalam ketidakmengertian. Tak apa jika kamu perlu waktu membaca berulang-ulang. Perlahan-lahan perasan perasaan akan menyusup, mungkin sambil membisikkan sebongkah pemaknaan.

Minggu, 14 Oktober 2018

kesempatan

ada banyak kesempatan yang ditawarkan
bukan sekali dua kali, melainkan berkali-kali
hanya saja tidak punya cukup keberanian
hanya saja tidak cukup nekat keluar dari zona nyaman
hingga banyak kesempatan yang dilewatkan

maju satu langkah mundur dua langkah
bergerak tapi tidak maju signifikan
sulit bukan berarti tidak mampu
perlu pemicu perlu tabungan ilmu
hingga sukses mengikis krisis kepercayaan atas diri sendiri